Deklarasi Damai KPU Kota Dinilai Aneh

KEDIRI- Potensi kerusuhan, kekerasan fisik hingga bentrok antar pendukung di tengah kontestasi Pilkada, baik selama proses Pilkada berlangsung maupun pasca pemilihan, selalu terbuka. Mengingat, masing-masing pasangan calon kepala daerah, selalu akan berusaha keras untuk memenangkan kontestasi, dengan berbagai cara, protes terhadap kecurangan, kekurangan patutan, hingga independensi penyelenggara seperti KPU dan Bawaslu, selalu muncul. Sehingga, sebelum masa kampanye Pilkada berlangsung, KPU menggelar Deklarasi Pemilu Damai.

DEKLARASI DAMAI PERLU EVALUASI  : Bambang Giantoro, Ketua Partai Hanura Kota Kediri 

Menjelang Pilkada 27 November 2024 mendatang, KPU Kota Kediri juga menggelar Deklarasi Damai yang digelar di depan kantor KPU, Selasa (23/9/2024). Namun, Deklarasi Damai itu dinilai aneh dan masih menyisakan kekurang nyamanan bagi sebagian pelaku Pilkada, salah satunya adalah pimpinan partai. Sebab, pimpinan partai selaku pengusung pasangan calon, justru tidak dilibatkan tandatangan komitmen Deklarasi Damai itu.

“Ini aneh. Pada Deklarasi Damai kemarin rasanya kurang benar. Masak yang tandatangan Deklarasi Damai itu justru hanya Calon Kepala Daerah, KPU, Bawaslu, dan Forkopimda? Mereka ini kan memang penjaga keamanan, penjaga kedamaian, sudah semestinya menginginkan damai. Tidak mungkin aparat keamanan justru membuat kerusuhan saat Pilkada,”ujar Bambang Giantoro, Ketua Partai Hanura Kota Kediri.

Menurut Bambang, yang mendeklarasikan Pilkada Damai itu mestinya Calon Kepala Daerah dan ketua-ketua partai pengusung maupun pendukung. Karena mereka ini sebagai pemain Pilkada. Sedangkan  KPU, Bawaslu, Forkopimda, semacam wasit yang akan menengahi jika ada persoalan di proses Pilkada. “Kan ya tidak pas kalau wasit menjadi pemain. Yang memiliki potensi rusuh itu pemain dan pendukung, bukan wasit. Maka yang harus Deklarasi Damai itu ya para pemain dan pendukung itu. Tidak ada calon kepala daerah jambak-jambakan,”tandas Bambang.

Kalau calon kepala daerah mewakili partai, Bambang mengaku baru tahu sekarang. Karena sebagai pengusung atau pendukung, bukan berarti menyerahkan partai kepada calon. “Untuk rekomendasi mendaftar ke KPU, memang diserahkan kepada calon. Tetapi untuk kepartaian, tetap menjadi tanggungjawab masing-masing ketua partai. Ini yang perlu dibedakan. Jadi perlu ada evaluasi,”tambah Bambang. (mam)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.