Bansos ke Pokmas ‘Dadakan’ Mencurigakan

Ada Bansos Rp 1 Miliar, Ada yang Luar Kota

KEDIRI – Kasus dugaan korupsi Bantuan Sosial (Bansos) yang disidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan menjebloskan Menteri Sosial (Mensos) Julia Batubara, masih menjadi perhatian masyarakat secara luas. Lalu, bagaimana kondisi Bansos di daerah? khususnya di Kediri?

AHMAD SONI BASUNI SH. : Praktisi Hukum di Kediri

Di Kota Kediri, hasil penelusuran sementara kediripost, untuk Bansos 2019, termasuk di dalamnya Bansos melalui Jaring Aspirasi Masyarakat (Jasmas) sejumlah anggota dewan, layak jadi perhatian karena ada sejumlah indikator bisa mencurigakan. Secara data, banyak bansor yang disalurkan ke Kelompok Masyarakat (Pokmas) dadakan.

LUAR KOTA KEDIRI : Sebagian dari data yang menunjukkan Bansos untuk warga di luar Kota Kediri

Sejumlah Pokmas dadakan itu, terkesan sengaja dibuat untuk sekadar atas nama menyalurkan bantuan. Pengurus Pokmas, tidak memegang stempel, kop surat, hingga laporan pertanggungjawabannya dibuatkan anggota dewan itu sendiri atau timnya. Bahkan ada juga yang stempel Pokmas dibawa petugas dinas penyalur. Sedangkan Pokmas, menerima barang tanpa pernah tandatangan satu pun.
Nilai bansos yang disalurkan itu variatif, bisa puluhan juta hingga ratusan juta. Bahkan ada satu lembaga yang menerima Rp 1 miliar. Umumnya, harga barang yang mereka terima, di pasaran jauh lebih rendah dibandingkan nilai Bansos atau hibah yang ‘seharusnya’ mereka terima.
Selain itu, ada juga Bansos kepada individu yang tercatat penerimanya adalah orang-orang di luar Kota Kediri. Mulai Kabupaten Kediri, seperti Ngasem, Purwoasri, Ngadiluwih, bahkan Nganjuk, Tulungagung, dan Magetan. Hanya, nilainya kecil-kecil. Ada yang Rp 150 ribu, Rp 220 ribu, atau Rp 300 ribu.
Sementara itu, Ahmad Soni Basuni, SH, salah seorang praktisi hukum di Kediri, jika Bansos ke lembaga dadakan seperti Pokmas yang dibentuk dadakan, memang perlu dicurigai. Karena ada kemungkinan adanya penyimpangan. “Lembaga dadakan itu umumnya kurang memiliki kredibilitas dan kegiatannya kurang jelas. Kalau lembaga seperti itu dipilih untuk penyaluran Bansos, biasanya kurang efektif dalam pelaksanaan programnya dan khawatir ada KUHP yang dilanggar,”ujar Soni.
Bantuan ke lembaga yang sengaja dibentuk dadakan, lanjut Soni, memiliki kerawanan yang cukup besar untuk kemungkinan terjadinya penyimpangan. Bisa saja dijadikan alat untuk mendapatkan gratifikasi dalam penyaluran Bansos dari lembaga itu. Apalagi nilainya ratusan juta. “Yang paling rawan itu memang peluang gratifikasi dan mark up harga barang. Nilai Bansos tidak sebanding dengan nilai barang yang diterima. Kalau itu terjadi, itu potensi pidana. Tapi hal seperti ini perlu dibuktikan di lapangan,”jelas Soni.
Soni berharap, kasus korupsi Bansos yang kini disidik KPK, tidak sampai terjadi di Kediri. Karena Bansos murni hak rakyat. Rakyat jangan diajari untuk nyrempet-nyrempet masalah pidama. “Jangan sampai, rakyat menjadi korban hukum dan sekadar jadi alat oknum. Padahal dia sudah menjadi korban dalam penyaluran bantuan, karena nilai yang dia terima tidak sesuai dengan nilai yang seharusnya diterima,”tandasnya. (mam)

Social Assistance to Pokmas ‘Suspicious’

Some are Rp 1 billion, some are ‘stray’ outside the city

KEDIRI – The case of alleged corruption in Social Assistance (Bansos) which is being investigated by the Corruption Eradication Commission (KPK) and imposing Social Affairs Minister (Mensos) Julia Batubara, is still a concern of the public at large. Then, what is the condition of Bansos in the regions? especially in Kediri?
In the City of Kediri, the results of the temporary Kediripost search, for Bansos 2019, including Social Assistance through the Community Aspirations Network (Jasmas) of a number of council members, deserve attention because there are a number of indicators that can be suspicious. In terms of data, a lot of assistance was distributed to community groups (Pokmas) impromptu.
A number of these sudden Pokmas, seem to have been deliberately created in the name of distributing aid. Pokmas administrators, do not hold stamps, letterhead, until the board members themselves or their team have made an accountability report. There were even Pokmas stamps that were brought by the distributor service officer. Meanwhile, Pokmas received goods without having signed a single one.
The value of social assistance distributed varies, it can be tens of millions to hundreds of millions. There is even one institution that received Rp. 1 billion. Generally, the price of the goods they receive, on the market, is much lower than the value of the social assistance or grants they “should” receive.
In addition, there are also social assistance to individuals whose recipients are people outside Kediri. Starting from Kediri Regency, such as Ngasem, Purwoasri, Ngadiluwih, even Nganjuk, Tulungagung, and Magetan. Only, the value is small. There are IDR 150 thousand, IDR 220 thousand, or IDR 300 thousand.
Meanwhile, Ahmad Soni Basuni, SH, Legal Practition in Kediri, if Social Assistance goes to an impromptu institution such as Pokmas which was formed suddenly, it is necessary to be suspicious. Because there is a possibility of irregularities. “These impromptu agencies generally lack credibility and their activities are less clear. If such an institution is chosen for distribution of social assistance, it is usually less effective in implementing its programs, ”said Soni.
Assistance to an institution that was deliberately formed suddenly, continued Soni, had considerable vulnerability to the possibility of irregularities. It could be used as a tool to get gratuities in the distribution of Bansos from that institution. Moreover, the value is hundreds of millions. “The most vulnerable are opportunities for gratification and mark-up of goods prices. The value of social assistance is not proportional to the value of the goods received. If that happens, that’s a potential crime. But things like this need to be proven in the field, “explained Soni.
Soni hopes that the Bansos corruption case that is now being investigated by the KPK will not happen in Kediri. Because Bansos is purely the right of the people. People should not be taught to grope about Pidama issues. “Do not let the people become victims of the law and become mere tools of the elements. Even though he has become a victim in the distribution of aid, because the value he received is not in accordance with the value that should have been received, “he said. (mam)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.