Komitmen Pemberantasan Korupsi Polresta Dipertanyakan?

KEDIRI – Terungkapnya data bahwa selama 5 tahun Polres Kediri Kota (Polresta) tidak pernah melimpahkan kasus dugaan korupsi  ke Kejaksaan Negeri (Kejari), menimbulkan berbagai pertanyaan di sebagian kalangan masyarakat. Sementara di sisi lain, di Polresta sudah memiliki unit Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor), yang khusus menangani kasus dugaan korupsi..

SUTRISNO SH : Praktisi hukum di Kediri

Sejumlah pertanyaan menyeruak, apakah di Kota Kediri memang ‘bebas korupsi’?  apakah Sumber Daya Manusia (SDM) Tipidkor memang belum mumpuni menangani kasus dugaan korupsi? Apakah komitmen untuk memberantas korupsi memang lemah? Apakah memang seluruh kasus yang disidik Tipidkor Polresta, tidak ditemukan indikasi korupsi? Belum ada kejelasan.

Menurut  Sutrisno SH, praktisi hukum di Kediri, munculnya sejumlah pertanyaan di masyarakat, terkait lamanya Polresta tidak melimpahkan kasus dugaan korupsi ke kejaksaan adalah hal yang wajar. Pertanyaan di masyarakat itu, umumnya cenderung berasumsi miring. “Misalnya seberapa besar komitmen  APH (aparat penegak hukum,red) terkait pemberantasan korupsi. Karena ada beberapa kejadian di wilayah Polresta, yang belum jelas informasinya,”ujarnya.

Sutrisno menunjukkan contoh beberapa berita terkait ambruknya bangunan, antara lain kasus ambruknya bangun di area wisata Irenggolo, Mojo, dan ambruknya bangunan IAIN Kediri, yang sempat diberitakan di sejumlah media massa, bahwa kasus itu dalam penyelidikan polisi. “Tetapi  sampai hari ini tidak ada informasi bagaimana kelanjutan penyelidikan kasus itu. Pada kasus itu, asumsi di masyarakat sekitar cenderung meyakini kemungkinan adanya korupsi. Hanya, masyarakat tidak memiliki perangkat untuk membuktikan. Bisanya hanya berasumsi dan menduga – duga. Tugas APH untuk membuktikan,”tandasnya.

Sutrisno berharap agar polisi lebih terbuka kepada masyarakat, baik secara langsung maupun melalui media, untuk menyampaikan perkembangan hasil pemeriksaan dugaan korupsi. Sehingga tidak menimbulkan pertanyaan, asumsi, dan dugaan macam-macam di masyarakat.

“Masyarakat itu, umumnya hanya berasumsi terhadap segala hal yang mereka tahu dan rasakan, adanya indikasi yang kurang beres. Misalnya bangunan baru jadi kok rusak, kok ambruk, dan dibanding biayanya kok terasa kurang imbang, dan sebagainya. Makanya, perlu keterbukaan APH terhadap penanganan korupsi,”tambah Sutrisno. (mam)

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.