Serial Diskusi Kediri Post (1)
‘Kasus Alun-Alun, Perselingkuhan Hukum dan Politik?
Situasi politik di Kota Kediri, Jawa Timur, yang dinilai kurang kondusif, sangat ‘sepi peminat’ adem ayem tanpa dinamika yang berarti, tidak banyak muncul kandidat calon pemimpin dengan kapasitas memadai, terkesan ‘takut’ untuk muncul, menjadi situasi yang tidak biasa dibanding dinamika politik pada Pilkada sebelumnya. Rumor berkembang bahwa banyak kandidat yang memiiki kapasitas cukup, tersandera hukum, sehingga yang muncul adalah kandidat dengan kapasitas diragukan. Semenrara, Kota Kediri sedang menghadapi persiapan menjadi Ibu kota Provinsi.
Kediri Post, menggelar diskusi ‘Kasus Alun-Alun, Perselingkuhan Hukum dan Politik?’ yang menghadirkan praktisi hukum Danan Prabandaru SH, Anggota DPRD Kota Kediri dari PKS, Ayub Hidayatullah, Sekretaris KNPI Bagus Wibowo SH, dan Dosen IAIN Tulungagung, Dr. Syamsul Umam. Berikut laporannya.
—————————-
Perhelatan politik menjelang Pilkada Kota Kediri, November 2024, situasi yang terkesan sepi dinamika politik, tidak banyak kandidat dengan kapasitas baik, yang muncul sejak awal. Meskipun, sejumlah nama kandidat bakal calon walikota / wakil walikota Kediri sudah bermunculan di masyarakat. Tetapi, realitasnya tidak ada sosialisasi yang signifikan ke masyarakat, baik melalui kegiatan social, gambar di baliho, banner, dan sebagainya. Sehingga situasinya sepi, terkesan Kota Kediri tidak sedang akan menggelar Pilkada. Masyarakat kurang memiliki informasi atau kurang memiliki kesempatan untuk mengetahui jejak rekam kandidat.
Anggota DPRD Kota Kediri dari PKS, Ayub Hidayatullah, yang berbicara dari sisi politik, menjelaskan Kota Kediri merupakan kota yang luar biasa. Harapan masyarakat terhadap Kota Kediri besar sekali. Dia mengaku juga bingung, saat melakukan komunikasi politik, menghadapi fenomena politik di Kota Kediri sekarang. Sampai sekarang, belum ada satu pasangan calon Walikota/Wakil Walikota yang mendapatkan rekomendasi dari parpol. “Tidak tahu ini kenapa ? apa mungkin karena persyaratan untuk mengusung harus 6 kursi,”katanya.
Ayub menjelaskan, di Kota Kediri tidak ada satu partai pun yang bisa mengusung calon walikota/wakil walikota, sehingga semua parpol harus berkoalisi. PKS dengan 2 kursi, juga tidak bisa mengusung sendiri. “Tapi cari kandidat itu sulitnya bukan main,”ujarya.
Jika satu saat memang betul-betul ada kandidat yang siap, baik dalam kapasitas, elektabilitas, dan sebagainya, pasti bisa diusung. Situasi ini, karena system Pemilu yang mahal, dan membutuhkan banyak hal dalam kontestasi.
Di sisi lain, pada sesi tanya jawab, saat ditanya terkait penghentian paksa proyek alun-alun oleh salah satu peserta diskusi, Fajar Basuko, dari LSM Joyoboyo Nusantara, tentang peran dewan di kasus alun-alun dan apakah sudah ada surat peringatan 1,2, dan 3 ke kontraktor alun-alun, karena tidak mungkin Pemkot atau Dinas PUPR menghentikan tanpa alasan.
Mendapat pertanyaan itu, Ayub menjelaskan bahwa saat rapat dengan Pemkot, memang sudah ditunjukkan dan dijelaskan bahwa Dinas PUPR sudah menyampaikan surat peringatan 1,2,dan 3 yang kemudian ditindaklanjuti dengan pemutusan kontrak. “Sudah ditunjukkan itu (surat peringatan,red),”kata Ayub. Hanya saja, dia tidak menjelaskan detail terkait masalah tersebut. (mam/bersambung)
Tinggalkan Balasan