Chriswanto Caleg Golkar Ini Ingin Tuntaskan 3 Masalah Kediri

Chriswanto (kiri) Caleg DPRD Provinsi Jatim

Kediri-Wakil Ketua Golkar Jawa Timur yang juga calon legislatif (Caleg) dari Partai Golkar Dapil Kota/Kabupaten Kediri Chriswanto, berdiskusi dengan para wartawan di kota Kediri. Dari diskusi itu, Chriswanto mengungkapkan tiga masalah yang sedang dihadapi Kediri, bahkan juga menjadi masalah nasional.

“Saya memandang, ini masalah nasional tapi juga menjadi masalah di Kediri, yakni meningkatkan peran industri kecil, lalu masalah kerusakan moral yang dihadapi generasi muda, dan kekhawatiran terhadap era industri 4.0,” papar Chriswanto yang lahir dan besar di Kota Kediri.

Tiga hal inilah yang akan ia dorong penyelesaiannya bila dipercaya menjadi wakil rakyat Kota/Kabupaten Kediri di DPRD Jawa Timur. Selama ini, Chriswanto berperan dalam mendorong UMKM, penanganan masalah generasi muda dan keluarga, serta memperkenalkan industri 4.0 di kalangan generasi muda di lingkungan LDII. Sebagai ketua DPP LDII, Chriswanto telah menerapkan pengetahuannya, untuk meningkatkan kompetensi generasi muda LDII.

Pada masalah industri kecil, menurut Chriswanto, konsep pembangunan Jawa Timur yang ditopang industri kecil dan besar telah digagas oleh Pakde Karwo dalam Jatimnomics. Namun ia melihat, Kabupaten/Kota Kediri masih memiliki peluang besar dalam mendorong pengembangan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).

“Saya melihat UMKM mampu menopang ekonomi Kediri, selain industri besar yang sudah ada. Bahkan UMKM ini terbilang imun dalam menghadapi krisis,” ujar Chriswanto. Maka untuk mendorong pertumbuhan UMKM, pemerintah daerah harus mendorong perbankan lebih berperan dalam memberikan akses permodalan.

Menurutnya, UMKM selama ini kesulitan permodalan karena masih dianggap tidak bankable. Sementara, bila melihat Kabupaten Dompu yang berhasil swasembada jagung misalnya, pemerintah daerah setempat memberi jaminan kepada BRI agar masyarakat bisa memiliki modal dalam membeli benih, pupuk, dan membiayai panen. Dalam konteks UMKM, pemerintah dan perbankan bisa bekerja sama memberi permodalan dan pelatihan sehingga UMKM bisa bankable.

Pelatihan manajemen, standar mutu, dan membantu membuka pasar bisa dilakukan oleh pemerintah dan swasta. Sementara itu pemerintah juga harus mengeluaran regulasi, mengenai pola kemitraan antar UMKM agar mereka tak bersaing justru bekerja sama. Salah satunya dengan pola saling suplai bahan baku dalam berproduksi. Sehingga UMKM di Kediri Raya tumbuh bersama dan tak tergerus oleh industri besar.

Dalam diskusi itu, Chrsiwanto juga memaparkan bagaimana masalah kemerosotan moral yang dihadapi oleh generasi muda. Masalah ini menjadi masalah nasional sekaligus masalah di Kediri.

Ia menyontohkan, narkoba, pergaulan bebas, dan kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak muda mulai marak. Kehidupan anak muda yang sebagian besar dihabiskan di lingkungan, sekolah, dan rumah atau keluarga memiliki dampak besar dalam pembentukan karakter, “Solusinya kita mulai dari rumah. Para orangtua harus mempelajari keterampilan keorangtuaan atau parenting skill,” ujar Chriswanto.

Dengan parenting skill ini, karakter ditanamkan dengan contoh bukan sekadar nasehat orangtua. Lalu di sekolah, para guru tak sekadar memberi pelajaran namun menjadi teladan karena prilaku guru bisa ditiru dan digugu. Sementara di lingkungan, harus ada kerja sama para tokoh masyarakat, untuk mengawasi prilaku generasi muda.

Di bidang lapangan kerja, Chrsiwanto menangkap kekhawatiran nasional bahkan warga Kediri Raya. Dengan adanya indsutri 4.0 yang merupakan pembauran digitalisasi, robotisasi, otomatisasi, dan kecerdasan buatan seperti ancaman bagi tenaga kerja, “Ini memang menjadi ancaman bagi generasi milenial, tapi sebenarnya ini menjadi hikmah. Kita bisa memanfaatkan kecanggihan alat-alat produksi tersebut untuk berproduksi,” papar Chriswanto Santoso.

Dalam hal ini pemerintah dan swasta bisa bekerja sama untuk membuat pelatihan-pelatihan, memanfaatkan mesin-mesin 4.0, “Saya memiliki kawan yang memproduksi printer 3D, dengan printer tersebut generasi muda bisa berkreasi membuat perkakas dari plastik dan barang-barang bekas,” imbuh Chriswanto.

Dalam hal ini, alat-alat itu bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi, yang otomatis membuka lapangan kerja. Alat-alat tersebut dengan bimbingan ahli, bisa dikuasai oleh lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Artinya, generasi muda dituntut lebih kreatif dalam memanfaatkan alat-alat produksi tersebut. (bd)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.