Bawa Kabur Rp 5 Miliar, Dipailitkan, Aset Zonk?

Korban Koperasi Lanceng, Geruduk Polres Kediri Kota (8)

KEDIRI- Keputusan pailit Koperasi Niaga Mandiri Sejahtera Indonesia (NMSI), atau yang dikenal dengan Koperasi Tawon Lanceng, ada yang terkesan janggal, aneh, atau setidaknya layak dipertanyakan.  Anton Cristian Hadrianto, ketua Koperasi NMSI, yang dilaporkan menghilang pada 5 Februari 2021, setelah diduga membawa kabur uang Rp 5 miliar, ikut dimohonkan pailit. Sehingga di satu sisi dia dilaporkan mencuri atau menggelapkan uang Rp 5 miliar, di satu sisi dimohonkan pailit oleh pengurus koperasi ?

DANAN PRABANDARU SH : Praktisi hukum di Kediri

Betulkan secara factual Anton memang pailit? mengapa dimohonkan pailit? sementara dia dilaporkan membawa kabur uang Rp 5 miliar? Adakah ‘kemungkinan peluang’ ada yang kurang beres terkait permohonan pailit ini?

Salah seorang korban NMSI yang menolak disebut namanya, menjelaskaskan pihaknya sudah komunikasi dengan kurator pailit Koperasi NMSI. Hasilnya, diinformasikan bahwa asset koperasi Zonk alias Nol. Lalu, kemana uang para korban yang diprediksi  mencapai sekitar hampir Rp 1 triliun? Kemana saja mengalirnya?

Danan Prabandaru SH, salah seorang praktisi hukum di Kediri, yang selama ini ikut mengamati perkembangan kasus Koperasi NMSI, membenarkan adanya dugaan kejanggalan terkait kepailitan Koperasi NMSI dan Anton tersebut.  “Saya merasa memang ada beberapa indikasi kejanggalan terkait pailit ini. Mungkin memang ada yang kurang beres terkait prosesnya. Yang paling utama sekarang adalah bagaimana proses pidananya dan aliran dana para korban harus ditelusuri melalui PPATK dan investigator asset,”ujar Danan.

Menurut Danan, putusan pailit dari pengadilan niaga itu sebenarnya bisa dilakukan kasasi atau perlawanan hukum, jika dinilai janggal atau ada indikasi kurang beres atau tidak benar. “Kalau ada yang kurang beres, saya pikir para korban bisa merasakan itu. Saya tidak tahu bagaimana prosesnya dulu. Tetapi memang putusan pailit itu masih bisa dilakukan kasasi atau perlawan hukum dan Peninjauan Kembali (PK), jika putusan itu sudah berkekuatan hukum tetap. Selain itu, pidananya masih bisa terus dikejar,”tandasnya.

Proses permohonan pailit itu, lanjut Danan, dinilai terlalu terburu-buru, tidak mempertimbangkan akibat sosial dan ekonomi bagi para korbannya, terkesan sekadar melindungi orang-orang di balik koperasi NMSI itu, yang sebenarnya lebih bertanggungjawab. (mam/bersambung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.