Kasus Supadi, Blunder Pengadilan Negeri?

SUPADI : Kandidat bakal calon Bupati Kediri

Menelusuri Supadi SE, Antara Gelar dan Nama (2)

Kasus Supadi, Blunder Pengadilan Negeri?

Oleh IMAM SUBAWI

Wartawan Kediripost

Supadi, SE Kepala Desa Tarokan, Kec. Tarokan, Kabupaten Kediri, beberapa bulan lalu tiba-tiba namanya menjadi moncer di telingan masyarakat Kabupaten Kediri. Pertama, kala itu tiba-tiba namanya dibawa oleh sejumlah partai, yaitu PKB, PAN, dan Gerindra, sebagai bakal calon Bupati Kediri. Padahal, sebelumnya nama Supadi nyaris tidak terdengar, tak dikenal, dan tak ada apa-apa di pusaran politik Kabupaten Kediri. Kedua, di tengah mengaungnya nama Supadi di pusaran politik, dengan tiba-tiba pula dia ditangkap polisi karena diduga menggunakan gelar akademik secara tidak sah atau palsu. Kini, kasusnya sedang dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Kediri. Akankah ini pertanda tamat karir politik Supadi, atau justru akan menjadi momen melejitnya karir hingga menjadi Bupati Kediri?

Kasus dugaan penggunaan gelar secara tidak sah ini, tampaknya juga akan menjadi blunder bagi Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Kediri. Sebab, PN Kabupaten Kediri mengeluarkan surat penetapan Nomor : 539/Pdt.P/2019/PN Gpr, yang member ijin penggantian nama dari semula Supadi menjadi Supadi Subiari Erlangga, yang ditandatangani oleh  panitera pengganti, Sugeng Priyono, SH. dan Hakim Ketua, Imam Santoso, S. H, M.H. Surat ini, hampir bisa dipastikan akan dijadikan sebagai salah satu bukti yang meringankan oleh Penasehat Hukum (PH) Supadi. Sehingga dengan surat penetapan PN ini, bisa dipakai untuk dasar asumsi bahwa SE di belakang nama Supadi yang selama ini disematkan, seakan-akan/ dan / atau/ adalah singkatan dari Subiari Erlangga.

Persoalannya, surat penetapan dan ijin dari PN Kabupaten Kediri itu isunya dikeluarkan setelah kasus dugaan penggunaan gelar palsu atau gelar secara tidak sah itu dilaporkan ke polisi. Sehingga sebagian orang menilai bahwa tambahan Subiari Erlangga di belakang nama Supadi, yang ditetapkan oleh PN Kabupaten Kediri, itu sebagai bagian untuk bukti mengelak atas dugaan kasus penggunaan gelar secara tidak sah ini. Kedua, pada surat penetapan PN tersebut,  disebutkan dengan kata ‘penggantian nama’ yang bisa diasumsikan oleh sebagian orang, bahwa  berarti Supadi mengganti nama, tidak menjelaskan tentang SE yang disematkan di belakang namanya yang selama ini ada dan sekarang dalam proses persidangan.

Ketiga, SE di belakang nama Supadi sudah ada sejak sekitar 2014 lalu dan nama Subiari Erlangga tidak pernah muncul sekalipun, termasuk pada Kartu Keluarga (KK) dan KTP Supadi yang sudah berubah lima kali. Ke empat, Supadi tidak pernah melakukan sanggahan resmi atas tulisan lengkap namanya, yaitu Supadi Sarjana Ekonomi, pada akta yang dikeluarkan oleh dua notaris yaitu Eko Sunu Jatmiko dan Trisnawati.

Mungkinkah, surat penetapan PN soal nama Supadi Subiari Erlangga ini sekaligus akan menjadi blunder bagi majelis hakim yang sedang mengadili kasus ini? Asumsinya, jika majelis hakim PN Kabupaten Kediri menetapkan Supadi bersalah, terkesan PN mengelak atau tidak mengakui, atau setidaknya kurang mengakui bahwa SE di belakang nama Supadi itu adalah singkatan nama Subiari Erlangga, yang berarti terkesan berlawanan dengan surat penetapan yang dikeluarkan PN sendiri.

Namun jika Supadi dibebaskan murni, berdasarkan surat penetapan PN itu, terkesan seakan polisi ceroboh dengan menetapkan tersangka dan menahan Supadi. Tentu, riilnya polisi pasti punya alasan tertentu, bukti-bukti kuat, dan melalui berbagai proses gelar perkara dan sebagainya untuk menetapkan tersangka.

Namun, semuanya masih dalam proses uji bukti dan saksi di Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri. Fakta-fakta hukum di persidangan masih akan terus bermunculan yang akan menjadi pertimbangan hakim untuk memutuskan. (bersambung)

Tracing Supadi SE, Between Title and Name (2)

Supadi Case, Blunder District Court?

by IMAM SUBAWI
Journalist Kediripost

Supadi, SE Head of Tarokan Village, Kec. Tarokan, Kediri Regency, a few months ago suddenly his name became moncer in the ears of the people of Kediri Regency. First, at that time suddenly his name was brought by a number of parties, namely PKB, PAN, and Gerindra, as a candidate for the Regent of Kediri. Previously, Supadi’s name was barely heard, unknown, and there was nothing in the political vortex of Kediri Regency. Second, in the midst of his name Supadi in the political vortex, he was suddenly arrested by the police for allegedly using an illegal or fake academic degree. Now, the case is in the process of being tried in the District Court (PN) of Kediri Regency. Will this be a sign of completing Supadi’s political career, or will it be a moment of career advancement to becoming the Regent of Kediri?
The case of alleged use of the title illegally, also seems to be a blunder for the District Court (PN) of Kediri Regency. Because, the District Court of Kediri issued a stipulation letter Number: 539 / Pdt.P / 2019 / PN Gpr, which gave the name change permission from Supadi to Supadi Subiari Erlangga, which was signed by the substitute registrar, Sugeng Priyono, SH. and Chief Judge, Imam Santoso, S. H, M.H. This letter, almost certainly will be used as one of the mitigating evidence by Supadi’s Legal Counsel (PH). So with this PN determination letter, it can be used as the basis for the assumption that the SE behind the name Supadi which has been pinned, as if / and / or / is an abbreviation of Subiari Erlangga.
The problem is, the letter of determination and permission from the District Court of Kediri was issued after the case of alleged use of fake titles or illegal titles was reported to the police. So some people consider that the addition of Subiari Erlangga behind Supadi’s name, which was determined by the District Court of Kediri, was as part of evidence to evade the alleged use of this illegal title. Secondly, in the PN determination letter, it was mentioned with the word ‘change of name’ that can be assumed by some people, that means Supadi changed the name, not explaining about the SE which was embedded behind the name that had been and was currently in the trial process.
Third, the SE behind the name Supadi has been around since around 2014 and the name Subiari Erlangga has never appeared even though, including on the Family Card (KK) and Supadi’s KTP which has changed five times. Fourth, Supadi never made an official rebuttal to the full writing of his name, namely Supadi Bachelor of Economics, on the deed issued by two notaries namely Eko Sunu Jatmiko and Trisnawati.
Could it be possible that the PN determination letter about Supadi Subiari Erlangga’s name will simultaneously be a blunder for the panel of judges who are trying this case? The assumption was that if the Kediri District Court judges judged Supadi guilty, it seemed that the PN was evasive or did not admit, or at least did not recognize that the SE behind Supadi’s name was an abbreviation of the name Subiari Erlangga, which meant that it seemed contrary to the decree issued by the PN itself.
But if Supadi was released purely, based on the PN decree, it seemed as though the police were careless by setting a suspect and detaining Supadi. Of course, in reality the police must have certain reasons, strong evidence, and go through various case proceedings and so on to determine the suspect.
However, all of them are still in the process of examining evidence and witnesses in the District Court of Kediri. Legal facts at the trial will continue to emerge which will be considered by the judge to decide. (continued)
Kirim masukan
Histori
Disimpan
Komunitas

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.