DANA KOMPENSASI JALAN TOL RP 37 MILIAR ‘MENGHILANG’ ?

WARGA DESA TIRON DEMO, DIANCAM BLT AKAN DICABUT

KEDIRI- Dana kompensasi proyek jalan tol yang menuju ke Bandara Dhoho di Desa Tiron, Kecamatan Banyakan, Kabupaten Kediri, senilai sekitar Rp 37 miliar kini seakan ‘menghilang’ begitu saja, tanpa ada kejelasan. Kompensasi senilai sekitar Rp 37 miliar itu, merupakan bagian dari uang pengganti untuk tanah kas desa (TKD), antara tanah tanah lapangan, tanah kuburan, dan tanah bengkok Desa Tiron, Kecamatan Banyakan.

Untuk mengungkap ketidakjelasan atau Kesan ‘menghilang’nya dana kompensasi proyek tol itu, ratusan warga Desa Tiron, Kecamatan Banyakan, menggeruduk kantor DPRD Kabupaten Kediri dengan melakukan demonstrasi damai untuk meminta Rapat Dengar Pendapat (RDP), guna mengungkap dana kompensasi tersebut.

Mereka datang ke DPRD dengan membawa sejumlah mobil truk, soundsistem, dan poster yang berisi tuntutan mereka yaitu transparansi tentang dimana uang kompensasi tersebut. Mereka juga berorasi dan menyanyikan lagu Iwan Fals berjudul ‘Bongkar’ sebagai simbul untuk membongkar kasus tersebut.

Usai melakukan orasi, sejumlah perwakilan warga kemudian ditemui oleh Komisi I DPRD Kabupaten Kediri untuk melakukan pertemuan. Namun, pertemuan itu kemudian gagal karena Kepala Desa Tiron, Ina Rahayu, dan Camat Banyakan, tidak hadir. Padahal, pada data penerima dana kompensasi TKD tersebut atas nama Ina Rahayu.

Menurut Basuki, salah satu peserta aksi, di masyarakat muncul banyak rumor terkait dana kompensasi TKD Rp 37 miliar itu. Antara lain, uang sudah diambil tapi siapa yang membawa simpang siur, apakah Kades Ina Rahayu, Pejabat Pemkab Kediri, Camat, atau lainnya. Ada juga rumor tanah pengganti sudah ada, tapi tidak ada yang bisa menyebutkan dimana lokasinya. Ada juga yang menyebut dana masih di BUJT

Samiran, warga yang lain, menjelaskan warga melakukan aksi damai untuk meminta transparansi uang pengganti TKD tersebut. Sebab, sampai hari ini tidak ada kejelasan tentang keberadaan uang tersebut. Padahal, uang tersebut sudah ada sejak 2022 lalu. “Kita minta transparansi,”tandas Samiran.

Sementara itu, Wiji, warga yang lain, menjelaskan untuk tanah kuburan, dalam proses pembayarannya dibagi dua. Karena tanah kuburan itu memang ada 2 bidang. Satu bidang sejak awal memang tanah kas desa, sedang yang satu bidang atas nama pribadi seseorang, yaitu Kepala Dusun waktu itu. “Karena yang satu bidang itu bukan tanah kas desa, tapi tanah warga, yang dibeli secara urunan warga untuk Cadangan tanah kuburan. Kok semuanya menjadi atas nama tanah kas desa, itu bukan tanah kas desa,”kata Wiji.

Wiji menambahkan, di masyarakat juga ada ancaman-ancaman dari perangkat desa, bagi masyarakat yang ikut aksi demontrasi menuntut transparansi dana kompensasi proyek tol itu. Masyarakat yang ikut demo, yang menerima BLT, diancam akan dialihkan namanya untuk tidak lagi mendapatkan PLT. “Diancam tidak akan lagi diberi BLT. Kalau yang ketua RT, mereka diancam SK-nya sebagai ketua RT akan dicabut. Dicopot dari ketua RT,”tambah Wiji. (mam)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.