Tiba-tiba Melejit, Tiba-tiba Ditahan

 

SUPADI : Kandidat bakal calon Bupati Kediri

Menelusuri Supadi SE, Antara Gelar dan Nama (1)

Tiba-tiba Melejit, Tiba-tiba Ditahan

Oleh IMAM SUBAWI

Wartawan Kediripost

Supadi, SE Kepala Desa Tarokan, Kec. Tarokan, Kabupaten Kediri, beberapa bulan lalu tiba-tiba namanya menjadi moncer di telingan masyarakat Kabupaten Kediri. Pertama, kala itu tiba-tiba namanya dibawa oleh sejumlah partai, yaitu PKB, PAN, dan Gerindra, sebagai bakal calon Bupati Kediri. Padahal, sebelumnya nama Supadi nyaris tidak terdengar, tak dikenal, dan tak ada apa-apa di pusaran politik Kabupaten Kediri. Kedua, di tengah mengaungnya nama Supadi di pusaran politik, dengan tiba-tiba pula dia ditangkap polisi karena diduga menggunakan gelar akademik secara tidak sah atau palsu. Kini, kasusnya sedang dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Kediri. Akankah ini pertanda tamat karir politik Supadi, atau justru akan menjadi momen melejitnya karir hingga menjadi Bupati Kediri?

Supadi, nama aslinya saat usai lahir adalah Gunadi. Namun setelah menginjak usia sekitar 8 bulan, namanya diubah menjadi Supadi. Karena dalam kepercayaan Jawa, nama Gunadi dinilai sangat berat baginya dan dikhawatirkan akan membuat dia sering sakit-sakitan. Pengubahan nama dari Gunadi ke Supadi itu dilakukan sampai sekarang. Namun, soal nama itu kemudian menjadi masalah ketika di belakang nama Supadi ada tulisan SE, yang selama ini dikenal masyarakat SE di belakang nama identik dengan gelar akademik.

Berdasarkan sejumlah keterangan saksi pada persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Kediri, penyematan SE di belakang nama Supadi itu, sebenarnya sudah sangat lama, yaitu sejak Supadi menjadi Kepala Desa Tarokan periode I yaitu 2013. Hampir di setiap surat-surat yang dikeluarkan desa, yang harus ditandatangani oleh Supadi, hampir selalu tersemat SE di belakangnya. Awalnya, penyematan SE ini tidak pernah ada masalah. Masalah baru muncul usai Pilkades. Supati ternyata dilaporkan ke polisi dengan dugaan menggunakan gelar akademik palsu atau tidak sah.  Bukan itu saja. Supadi harus ditahan Polres Kediri Kota dan menikmati pengapnya jeruji besi.

Dugaan penggunaan gelar palsu itu, karena ada beberapa surat resmi yang menyebutkan Supadi Sarjana Ekonomi, yaitu akta kuasa jual tanah dari warga ke Supadi yang diterbitkan oleh Notaris Eko Sunu Jatmiko, S.H dan Trisnawati, S.H. Berdasarkan akta dari dua notaries itulah yang kemudian dijadikan dasar polisi untuk menahan Supadi, yang dinilai meyakinkan bahwa SE yang disematkan di belakang nama Supadi, diduga kuat adalah gelar akademik yang dikenakan secara tidak sah. Namun di lihat dari tata cara penulisan gelar akademik, untuk gelar diberi titik setelah huruf, yaitu S.E, bukan SE (tanpa titik).

Berdasarkan keterangan pada Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dua notaris, Eko Sunu dan Trisnawati, yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di persidangan, para notaris itu menjelaskan bahwa mereka membacakan akta itu di depan para penghadap (termasuk Supadi,pen), kemudian ditandatangani Supadi. Artinya, Supadi setuju dan atau membenarkan dengan penyematan Sarjana Ekonomi di belakang namanya pada akta itu. Namun di persidangan, Supadi membantah semua keterangan dua notaris itu. Sayang, dua notaris itu sama-sama tidak hadir dalam persidangan, sehingga keterangan lebih mendalam dan rinci belum terungkap. Apakah dua notaris itu benar-benar membacakan akta itu di depan para penghadap secara bersama-sama dan ditandatangani pada saat itu juga, sebagaimana SOP notaris, atau ada kejadian lain di luar itu. (bersambung)

Tracing Supadi SE, Between Title and Name (1)
Suddenly skyrocketed, suddenly detained
By IMAM SUBAWI
Journalist Kediripost

Supadi, SE Head of Tarokan Village, Kec. Tarokan, Kediri Regency, a few months ago suddenly his name became moncer in the ears of the people of Kediri Regency. First, at that time suddenly his name was brought by a number of parties, namely PKB, PAN, and Gerindra, as a candidate for the Regent of Kediri. Previously, Supadi’s name was barely heard, unknown, and there was nothing in the political vortex of Kediri Regency. Second, in the midst of his name Supadi in the political vortex, he was suddenly arrested by the police for allegedly using an academic degree illegally or falsely. Now, the case is in the process of being tried in the District Court (PN) of Kediri Regency. Will this be a sign of completing Supadi’s political career, or will it be a moment of career advancement to becoming the Regent of Kediri?
Supadi, his real name when he was born was Gunadi. But after turning around 8 months old, his name was changed to Supadi. Because in Javanese belief, Gunadi’s name was considered very heavy for him and it was feared that he would often get sick. The name change from Gunadi to Supadi was carried out until now. However, the name problem then becomes a problem when behind the name Supadi there is the writing SE, which has been known by the SE community behind a name synonymous with academic degrees.
Based on a number of witness statements at the trial in the District Court of Kediri, the embedding of SE behind the name Supadi, actually has been very long, namely since Supadi became Head of the Tarokan Village, period I, 2013. Almost in every letter issued by the village, which had to be signed by Supadi, almost always had an SE behind it. Initially, this SE embedment was never a problem. New problems arose after the Pilkades. Supati turned out to be reported to the police on suspicion of using a fake or invalid academic degree. Not only that. Supadi must be detained by the Kediri City Police Station and enjoy the stuffy iron railings.
Alleged use of the fake title, because there are several official letters mentioning Supadi Bachelor of Economics, namely the deed of the sale of land from residents to Supadi issued by Notary Eko Sunu Jatmiko, S.H and Trisnawati, S.H. Based on the deed of the two notaries that later became the basis of the police to arrest Supadi, who was judged to be convinced that the SE which was embedded behind the name Supadi, was strongly suspected was an academic title imposed illegally. But in view of the procedures for writing an academic degree, for the degree given a point after the letter, namely S.E, not SE (without dots).
Based on the statement in the Minutes of Examination (BAP) of two notaries, Eko Sunu and Trisnawati, who were read by the Public Prosecutor (JPU) at the trial, the notaries explained that they read the deed in front of the parties (including Supadi, the pen), then signed it Supadi That is, Supadi agreed and or justified by embedding a Bachelor of Economics behind his name on the deed. But at the trial, Supadi denied all the statements of the two notaries. Unfortunately, the two notaries were not present at the hearing, so that more detailed and detailed information had not been revealed. Do the two notaries actually read the deed in front of the parties together and be signed at the same time, as a SOP, or if there are other events outside of it. (continued)

Kirim masukan
Histori
Disimpan
Komunitas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.