NILAI UJIAN PERANGKAT , DIBUAT DESA?

TANPA KOP, TTD, DAN STEMPEL, UNISMA TIDAK MENGAKUI?

KEDIRI- Isu dugaan KKN terkait pengisian perangkat desa masal di Kabupaten Kediri, terus menggelinding. Temuan demi temuan masyarakat terkait kejanggalan proses, penilaian, hingga pengumuman siapa yang terpilih menjadi perangkat desa baru, mulai bermunculan.  Mulai dugaan adanya nilai yang diumumkan adalah buatan oknum panitia atau oknum di desa, nilai yang diumumkan bukan dari Unisma, hingga perbedaan format pengumuman nilai antara di Peraturan Bupati (Perbup), dengan format nilai yang diterima peserta ujian perangkat desa.

BEDA FORMAT : Basuki dan Debi, menunjukkan bukti format pengumuman nilai yang berbeda, antara Perup dan kenyataan yang dibagikan

Sejumlah informasi dan data itu, muncul saat aksi demonstrasi menolak hasil ujian perangkat desa masal yang dilakukan di Hall Simpang Lima Gumul (SLG) pada 27/12/2023 lalu. Saat massa aksi melakukan pertemuan dengan kepala DPMPD Kabupaten Kediri, Agus Cahyono, di aula DPMPD, Basuki, ketua LSM Brantas, menjelaskan bahwa pihaknya sudah melakukan konfirmasi ke Universitas Islam Malang (Unisma), sebagai pihak ke-3 penyelenggara ujian perangkat desa.

Hasilnya, pihak Unisma mengaku nilai peserta ujian yang diperlihatkan Basuki dan kawan-kawan itu, bukan nilai dari Unisma. Sebab, nilai itu tidak ada kop Unisma, tidak ada tandatangan Unisma, dan tidak ada stempel Unisma. Sehingga Unisma menolak bahwa nilai yang diumumkan itu adalah nilai yang dikeluarkan Unisma. “Lalu siapa yang membuat nilai? Apakah nilainya itu dibuat sendiri,?”ujar Basuki.

Melihat bukti-bukti kejanggalan ujian perangakt desaitu, Basuki meminta agar ujian perangkat desa itu dibatalkan dan dilakukan ujian ulang. “Kita menolak hasil ujian perangkat desa itu (27 Desember 2023,red). Ujian perangkat desa harus diulang,”tandasnya.

Debi, salah seorang peserta ujian perangkat desa dari Desa Sukorejo, Kec. Ngasem, menjelaskan pihaknya juga menemukan format pengumuman nilai yang berbeda dengan format yang sudah ditetapkan di Perbup. Sehingga, keabsahan pengumuman nilai hasil ujian perangkat desa itu tidak resmi. “Ini formatnya saja sudah berbeda,”ujar Debi, sambil menunjukkan bukti format yang berbeda antara pengumuman dan Perbup.

Sementara itu, Agus Cahyono, terkesan banyak menghindar untuk menjawab tegas terkait dengan sejumlah kejanggalan yang disampaikan massa demonstrasi. Setiap kali disampaikan persoalan kejanggalan yang ditemukan massa, Agus selalu menjawab bahwa jika ditemukan adanya indikasi penyimpangan, agar dilaporken ke pihak yang berwajib.

Begitu juga saat ditanya apa yang dilakukan DPMPD sebagai pengawas dalam ujian perangkat desa itu, Agus tidak memberikan jawaban apapun dan kembali menyampaikan agar jika menemukan indikasi kecurangan, dilaporkan ke pihak yang berwajib. Karena kewenangan pengisian perangkat ada di desa. (mam)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.