Dua Ahli, Tolak Komentari Fakta Persidangan Korupsi KONI

Tidak Ada Pendelegasian Tertulis dari Ketua ke Pengurus KONI

Menyimak Sidang Dugaan Korupsi KONI Kota Kediri (8)

Persidangan kasus dugaan korupsi KONI Kota Kediri, di Pengadilan Tipikor Surabaya, dengan terdakwa mantan ketua Kwin Atmoko), mantan Bendahara (Dian Ariyani), dan mantan Wakil Bendahara Arif Wibowo, pada persidangan lanjutan yang digelar Kamis (25/9/2025) di Pengadilan Tipikor Surabaya,  menghadirkan dua ahli, yaitu ahli hukum pidana dari Unari, Dr. Iqbal Felisiano SH, MH, dan ahli kebijakan public dari Uniska, yaitu Dr. Dr. MahFud Fahrozi. Berikut laporannya

Oleh : Imam Subawi,

Wartawan Kediri Post

KEDIRI –  Dua saksi ahli atau ahli yang dihadirkan dalam persidangan lanjutan kasus dugaan Korupsi KONI Kota Kediri, yaitu Dr. Iqbal Felisiano SH, MH, ahli hukum pidana dari Unair, dan Dr. MahFud Fahrozi, ahli kebijakan public dari Uniska Kediri, sama-sama tidak bersedia memberikan pendapatnya terkait fakta-fakta hukum yang terungkap selama persidangan. Sehingga mereka beberapa kali menolak menjawab pada beberapa pertanyaan yang diajukan Penasehat Hukum (PH) para terdakwa, pada persidangan lanjutan di Pengadilan Tipikor, Kamis (25/9/2025)

KWIN ATMOKO : Mantan Ketua KONI Kota Kediri, salah satu terdakwa kasus Koruspsi KONI

Seperti beberapa pertanyaan dari Eko Budiono SH, PH terdakwa Arif Wibowo, yang menanyakan ke ahli pidana Dr. Iqbal Felisiano, tentang apakah jika data yang diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berbeda atau ada kesalahan dengan kenyataan data yang dia temukan, masih bisakah data BPK itu digunakan untuk dasar hukum menjerat secara pidana? Dr. Iqbal menolak menjawab.

EKO BUDIONI SH : Penasehat Hukum terdakwa Arif Wibowo

Kedua, pertanyaan terkait apakah penyimpangan terhadap dana hibah yang tidak sesuai dengan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) bisa dijerat dengan pidana korupsi? Iqbal menolak menjawab dan mengaku dia tidak membaca NPHD antara Pemkot  dengan KONI Kota Kediri yang dimaksud. “Saya tidak membaca NPHD nya,”kata Iqbal.

MUHAMMAD IQBAL : Jaksa Penuntut Umum

Iqbal menjelaskan, selama ada dua alat bukti yang meyakinkan dan adanya kerugian Negara, maka bisa dipidana korupsi. “Yang penting ada dua alat bukti yang meyakinkan, bisa dipidana,”tandas Iqbal.

Serupa dengan Iqbal, ahli kebijakan public dari Uniska, Dr. MahFud Fahrozi, dia juga menolak untuk memberikan pendapatnya terkait materi pokok dalam persidangan. Dia hanya memberikan keterangan secara teori keilmuwan sesuai keahliannya.

Dr, MAHMUD FAHROZI :Ahli Kebijakan Publik dari Uniska

MahFud menjelaskan, ada beberapa bentuk penugasan dari pimpinan ke bawahan, antara lain delegasi dan mandatori. Untuk mandatory atau pemberian mandate, yang bertanggungjawab jika terjadi penyimpangan, tetap pimpinan. Sedangkan delegasi, yang bertanggungjawab adalah yang diberi delegasi. “Pemberian delegasi harus secara tertulis,”kata MahFud.

Saat ditanya tentang tandatangan yang dibubuhkan pimpinan, apakah itu berarti yang bertanggungjawab juga pimpinan ? MahFud menjelaskan agar tidak terfokus pada saat tandatangan, tetapi lebih focus pada setelah adanya tandatangan.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Muhammad Iqbal, saat ditemui usai persidangan, ditanya tentang relefansi keterangan ahli kebijakan public, JPU akan mengabaikan keterangan ahli yang tidak relevan. Misalnya, terkait misalnya keterangan ahli kebijakan public yang menyebut persoalan administrasi diselesaikan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). “Tapi kalau mereka (pada penasehat hukum,red) tetap menggunakan keterangan itu, ya monggo saja, tapi kita tidak akan memakai,”katanya.

Sementara itu, Eko Budiono SH, Penasehat Hukum (PH) terdakwa Arif Wibowo, ditemui usai persidangan menjelaskan beberapa pertanyaan yang tidak terjawab, antara lain apakah uang KONI tersebut merupakan uang Negara? Karena jelas dalam aturannya jelas, ada perjanjian hibah dengan ketentuan khusus.

Soal siapa yang paling bertanggungjawab dalam sebuah organisasi, seperti KONI, juga tidak terjawab. Ahli justru menyerahkan persoalan tersebut ke penilaian hakim. “Jawabannya diserahkan ke majelis hakim,”kata Eko, menirukan jawaban ahli yang dihadirkan di persidangan.

Eko Budiono juga menegaskan bahwa kliennya,Arif Wibowo, tidak pernah mendapatkan pendelegasian tugas dari pimpinan KONI. Sebab, dia hanya membantu tugas=tugas yang diberikan pimpinannya, sesuai dengan perintah. “Tidak ada pendelegasian tertulis,”katanya.

Seperti diberitakan sebelumnya, kasus dugaan korupsi KONI Kota Kediri, dengan terdakwa mantan ketua Kwin Atmoko, mantan Bendahara Dian Ariyani, dan mantan Wakil Bendahara Arif Wibowo, kini sedang disidangkan di Pengadilan Tipikor Surabaya. (mam/bersambung)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.