NGANJUK – Beberapa bulan lagi, masyarakat Kabupaten Nganjuk akan mempunyai gawe besar yakni pesta demokrasi pemilihan bupati (pilbup) Nganjuk. Moment peting yang akan digelar pada 27 Juni 2018, itu sebagai penentu pemimpin baru di daerah yang dikenal dengan julukan Kota Angin.
Moment yang datang tiap lima tahun sekali itu, tidak hanya sebagai ajang pemilihan orang nomor satu di Kabupaten Nganjuk. Akan tetapi, juga akan membawa perubahan wilayah Nganjuk dalam lima tahun ke depan, baik ke arah kemajuan atau mungkin saja kemerosotan.
Pantauan di lapangan, beragam slogan, relawan, simpatisan, maupun barisan pendukung dibentuk para kandidat calon pemimpin untuk menggaet hati masyarakat, sudah jauh hari bertaburan, bak jamur tumbuh di musim hujan. Tentu saja, maksut dan tujuannya tidak lain untuk mendulang perolehan suara di hari pencoblosan.
Sebagai dikemukakan, pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Krempyang Tanjunanom Nganjuk, KH Ridlwan Syaibani, saat ditemui sejumlah awak media belum lama ini. Pihaknya berpesan agar masyarakat jangan sampai menjadi golongan putih (golput) pada 27 Juni 2018.
“Kalau di dalam islam itu disebut munafik, jadi jangan menjadi orang abu-abu atau plin plan. Tentukan pilihan sesuai dengan hati nurani, dan jangan golput karena islam tidak mengajarkan untuk golput,” tuturnya.
Terlebih, kata dia lebih lanjut, yang paling utama adalah tidak menjadi manusia abu-abu atau plin plan. Pasalnya, di Agama Islam tidak mengajarkan untuk tidak memilih alias golput.
“Kalau di dalam islam itu disebut munafik, jadi jangan menjadi orang abu-abu atau plin plan. Tentukan pilihan sesuai dengan hati nurani, dan jangan golput karena islam tidak mengajarkan untuk golput,” terangnya.
Di tengah kegalauan dalam menentukan pilihan, beberapa masyarakat justru menyambut dinamika pesta demokrasi secara suka cita. Alasannya cukup klasik, karena di momen seperti ini masyarakat banyak ketiban rezeki dari para kandidat yang berusaha menggaet hati serta suara calon pemilih dengan berbagai cara.
Seperti yang ramai di salah satu group media sosial, misalnya, ada yang membagi-bagikan beras maupun sembako dengan diselipi sejumlah uang. Ada yang berkunjung dari satu warung ke warung yang lain dengan dalih silaturahim dengan menawarkan bermacam program.
Ada yang hanya menunggu dan melihat, namun para militannya bergerak seperti ‘angin’ dengan membawa pesan suara hingga muncul kesan ‘masuk angin’. Perasaan senang juga dirasakan bagi mereka yang ramai-ramai mendapat rokok dan makan gratis, ketika kandidat calon pemimpin berkunjung dari satu warung ke warung yang lain.
Sedangkan perasaan sedih dan geram muncul dari kalangan yang seakan-akan anti money politik atau politik uang, “Jangan sampai suara anda tergadai”. “Jangan karena selembar uang, dalam waktu lima tahun kabupaten ini dijajah”. Dan masih banyak lagi komentar dari masyarakat yang anti akan politik uang (money politik). Terlebih, Kabupaten Nganjuk adalah salah satu wilayah dengan tingkat money politik yang cukup tinggi di Jawa Timur. (km/kp)
Tinggalkan Balasan