Kediri – Warga Kabupaten Kediri yang selama ini belum memiliki pakaian khas kini patut berbangga. Sebab, tahun 2022 ini pakaian yang menjadi khas Kediri berdasarkan pengkajian sejarah bakal dilaunching.
Ketua tim kajian pakaian khas Kediri Imam Mubarok menyampaikan, pengkajian pakaian khas itu dimulai 26 November sampai 20 Desember. Meski dilakukan cepat, namun tetap mengedepankan pada aspek sejarah yang menjadi rujukan.
“Di awal ada hal yang perlu kita pertimbangkan bahwa pakaian ini adalah pakaian yang nantinya diharapkan menjadi pakaian adat,” katanya dalam acara audiensi dengan bupati kediri, Senin (31/1/2020).
Berangkat dari hal itu, kajian dilakukan didasarkan pada era Kediri awal. Adapun tim pengkajian pakaian khas Kabupaten Kediri melibatkan kalangan akademisi, arkeolog, desainer dan pembatik, budayawan, maupun tim internal dari Pemkab Kediri.
Sigit Widiatmoko anggota tim pengkajian pakaian khas Kediri menerangkan, pengkajian pakaian khas itu dilakukan dari segi budaya Kediri baik susastra, peninggalan arkeologi maupun etnologi. Berdasarkan kajian susastra dari sumber-sumber yang ada dilihat secara semiotik atau penandaan akhirnya menetapkan motif grinsing sebagai dasar.
Grinsing itu diambil dari cerita Panji dan Candrakirana. Dimana Candrakirana yang sedang hamil dan mau melahirkan berniat menyerahkan baju polos. Karena dirasa kurang pantas untuk diserahkan, akhirnya baju itu diberi motif yang kemudian dinamakan motif gringsing.
Adapun, motif lidah api merupakan representasi dari ibu kota Kediri yakni Dahanapura. Motif lidah api itu berkembang di ekonografi patung, dan candi-candi yang ada di Kediri.
“Dua motif ini kita gabungkan menjadi motif kediri, itu yang utama sedangkan motif lain hanya tambahan,” terang Sigit yang juga menjabat sekretaris tim ahli cagar budaya Kabupaten Kediri.
Pakaian khas Kediri memiliki ciri yang membedakan dengan daerah lain, yakni adanya banda atau kelengkapan. Untuk pria menggunakan sabuk gringsing panjalu seperti yang tertulis dalam buku harsa wijaya. Kemudian perempuan menggunakan sampir atau selendang.
Pria juga menggunakan ikat kepala sebagai tokoh utama yang dinamakan ikat Jayabaya. Ikat ini merupakan perpaduan dari Panji yakni motif tekes dengan untiran semacam cemeti yang merepresentasikan pecut sebagai khasanah budaya kesenian di Kediri.
Pakaian pria sendiri ada dua jenis baik untuk keseharian yang dinamakan Widihan Mapanji Kadiri, dan untuk pakaian resmi Widihan Kadiri. Sedang, untuk perempuan menggunakan sanggul yang dinamakan Patma Giri yang melambangkan Kediri itu wilayah yang kesuburannya diapit gunung.
“Untuk warna kita menggunakan dasar prasasti gunung buthak yang merepresentasikan tentang warna panji-panji Kediri yakni bangtih yakni merah bata atau merah maroon,” bebernya.
Bupati Kediri Hanindhito Himawan Pramana mengaku bangga karena Kediri akhirnya memiliki pakaian khas yang menjadi kebanggaan. Mas Dhito meminta pakaian khas dengan motif utama grinsing dan lidah api itu segera dipatenkan.
“Saya minta untuk dipatenkan, hak kekayaan intelektualnya (HAKI),” tegasnya.
Pengurusan HAKI untuk suatu hasil karya sangat penting. Terlebih pakaian khas ini nantinya sangat mungkin menjadi pakaian adat. Pun begitu, berdasarkan usulan dalam pertemuan itu, sebelum didaftarkan hak patennya untuk dibuatkan SK bupati terkait pakaian khas Kediri itu. [ adv com ]
Tinggalkan Balasan