Menelisik Indikasi adanya ‘Mafia Tanah’ di Proyek Jalan Tol (18)
————-
Seperti ‘Api Dalam Sekam’. Mungkin, itu kalimat perumpamaan yang pas untuk menggambarkan indikasi kemungkinan adanya ‘Mafia Tanah’ di jalur-jalur proyek Jalan Tol yang akan dibangun Pemerintah. Indikasi dugaan kemungkinan adanya ‘Mafia Tanah’ yang potensial merugikan warga pemilik tanah di jalur proyek itu, pertama menyeruak di Desa Bakalan, Kecamatan Grogol, Kabupaten Kediri. Muncul isu bahwa tanah milik sekitar 70 warga, seluas sekitar 18 hektar, sudah berganti menjadi nama orang lain atau sudah terjual ke pihak ke-3. Padahal, warga merasa belum pernah menjual tanahnya. Pernyataan Notaris Eko Sunu Jatmiko SH ke warga, yang mengakui memproses jual beli tanah di lokasi tersebut, tetapi bukan atas nama para warga pemilik tanah atau penggarap, memperkuat isu tengara kemungkinan adanya ‘Mafia Tanah’ ini.
—————
KEDIRI – Notaris Eko Sunu Jatmiko SH, ditengarai kemungkinan mengetahui, atau setidaknya seharusnya curiga, bahwa ada dokumen yang diduga kurang beres atau dokumen yang diduga dipalsukan, yang digunakan untuk membuat Perjanjian Ikatan Jual Beli (P I J B) yang masuk ke kantornya, atas sejumlah lahan milik para petani di Desa Bakalan, Kecamatan Grogol, dan 6 desa lain di Kecamatan Banyakan, yaitu Desa Jabon, Desa Ngablak, Desa Maron, Desa Banyakan, Desa Manyaran, dan Desa Tiron. Setidaknya, setelah notaris melakukan ceking ke para pemilik lahan di desa – desa.
Indikasi notaris Eko Sunu kemungkinan mengetahui adanya isi dokumen yang kurang beres atau diduga dipalsukan, mengingat Eko Sunu melakukan verifikasi ke desa – desa, bertemu dengan sejumlah warga pemilik lahan yang asli, baik dengan cara dikumpulkan di balai desa maupun dengan cara datang ke rumah rumah petani.
Di Desa Ngablak misalnya, Eko Sunu bersama tim, didampingi antara lain Kepala Desa dan Kepala Dusun, mendatangi langsung rumah – rumah petani pemilik lahan asli. Para petani pemilik lahan itu banyak yang mengaku sama sekali belum ada transaksi. “Ada 17 yang mengaku belum ada transaksi sama sekali,”ujar Santoso, Kepala Desa Ngablak.
Hal serupa terjadi di Desa Manyaran, Kecamatan Banyakan. Eko Sunu bersama tim dan perangkat desa menemui sejumlah petani pemilik lahan yang dikumpulkan di Balai Desa Manyaran. Tim itu intinya menanyakan apakah betul tanah mereka sudah dijual ke orang lain? Apakah para pemilik lahan itu sudah mendapatkan DP atau uang muka? jika sudah dapat DP, berapa nilainya? dan sebagainya. “Dikumpulkan di balai desa,”ujar Uki, salah seorang pemilik lahan di Desa Manyaran, yang mengaku ikut diundang saat pertemuan itu.
Sementara itu, notaris Eko Sunu Jatmiko, yang dihubungi melalui saluran whatsApp, saat ditanya apakah setelah dirinya menemui para pemilik lahan asli di desa – desa itu, pada saat itu dia menjadi mengetahui bahwa kemungkinan ada dokumen yang diduga palsu? Atau setidaknya curiga ada dokumen yang palsu? khususnya untuk proses penerbitan akta otentik P I J B, Pelepasan, dan Kuasa Untuk Jual (KUJ)? Eko Sunu tidak memberikan balasan atau tidak menjawab. (mam/bersambung)
Tinggalkan Balasan