Beredar Kabar Sumir, Hanya AO yang Terjerat ?
KEDIRI – Para nasabah BPR Kota Kediri yang kreditnya macet selama bertahun-tahun, kini harus berhadapan dengan Kejaksaan Negeri Kota Kediri. Sebab, kini BPR Kota Kediri meminta bantuan kejaksaan untuk menjadi ‘juru tagih’ kredit macet antara 2016 sampai 2019, dengan mandat Surat Kuasa Khusus (SKK).
Selain itu, Kejari juga meningkatkan status penyelidikan menjadi penyidikan, pada lanjutan pemeriksaan kasus dugaan korupsi di BPR Kota Kediri. Kejari memastikan akan ada tersangka lebih dari satu orang. Perkembangan ini, kemarin disampaikan dalam press release bersama antara Kejari dan BPR Kota Kediri, di kantor Kejari, Rabu (25/5/2022).
Kepala Kejari Kota Kediri, Novika Muzairah Rauf S.H, menjelaskan ada sekitar 53 SKK atau 53 debitur yang ditagih melalui Kejari untuk menyelesaikan kredit di BPR Kota Kediri. “Selain kita melakukan penidikan, kita juga ada kerjasama untuk menyelesaikan kredit di BPR. Kemarin ada sekitar 53 SKK,”ujar Novika, didampingi Kasi Intel Harry Rachmad SH, dan Kasi Pidsus Nur Ngali SH.
Terkait pemeriksaan lanjutan kasus dugaan korupsi di BPR Kota Kediri,Novika menyampaikan akan ada tersangka lebih dari satu. Kini, pemeriksaan kasusnya sudah naik dari penyelidikan ke penyidikan. Hanya saja, Novika tidak menyebut apakah calon tersangka itu dari internal BPR atau dari luar BPR. Dia juga tidak menyebut inisial calon tersangka itu.
Di sisi lain, di luar sudah beredar informasi bahwa akan ada 4 orang yang akan jadi tersangka di lanjutan kasus dugaan korupsi BPR Kota Kediri ini. Dikutip dari radarkediri online (19/5/2022), ada 2 debitur dan 2 akun officer (AO) yang jadi tersangka. Jika nantinya informasi ini ternyata benar, maka kasus dugaan korupsi di BPR Kota Kediri ini, terkesan tetap ‘hanya menyeret’ pegawai paling bawah, yaitu AO.
Sementara itu, Direktur Utama BPR Kota Kediri, Setyaningrum menjelaskan dari 53 debitur yang dipanggil kejaksaan dalam skema SKK, sudah ada 12 debitur yang dipanggil. Hasilnya, sudah ada uang masuk atau pembayaran dari debitur senilai Rp 55 juta. “Untuk mengembalikan asset-aset Negara, memang dibutuhkan kerjasama dengan kejaksaan,”ujar Ningrum.
Ningrum menjelaskan, penagihan kredit melalui kejaksaan dengan SKK ini, sudah dilakukan pada tahun 2021 lalu dan 2022. Untuk 2021 hanya ada 12 debitur dengan nilai sekitar Rp 1,5 miliar. Sedang 2022 ini, ada 53 SKK atau debitur dengan nilai kredit sekitar Rp 5,9 miliar. “Ada juga yang kita tagih sendiri. Intinya biar cepat pengembaliannya, jangan sampai masuk Pidsus,”tandas Ningrum. (mam)
Sementara itu,
.
Tinggalkan Balasan