Kediri-Dhoho Street Fashion (DSF) 7th kembali digelar pada 10 Desember 2022. Pagelaran busana berbahan tenun ikat kediri ini merupakan agenda tahunan yang digagas Pemkot Kediri bersama Dekranasda Kota Kediri. Dhoho Street Fashion digelar sejak tahun 2015 yang bermula di Jalan Dhoho. Kemudian digelar di berbagai sudut Kota Kediri. Pada tahun 2022 ini kembali ke Jalan Dhoho. Meski penyelenggaraannya di Jl. Basuki Rahmat, dekat Jl. Dhoho agar tidak menganggu kegiatan yang lain.
“Dhoho Street Fashion ini saya ingin buat berbeda dari fashion week. Selalu ada value yang ingin saya angkat dari Kota Kediri,” ujar Ketua Dekranasda Kota Kediri Ferry Silviana Abdullah Abu Bakar saat Press Conference Dhoho Street Fashion 7th, Sabtu (10/12) di Halaman Balai Kota Kediri.
Wanita yang akrab disapa Bunda Fey ini mengatakan Dhoho Street Fashion bertujuan untuk mempromosikan tenun ikat kediri, kekayaan wastra Nusantara yang diproduksi para penenun di Kota Kediri. Harapannya, selain tenun ikat lestari juga meningkatkan pendapatan para penenun dan UMKM yang bergerak terkait dengan tenun ikat. “Kota Kediri punya Bandar Kidul yang merupakanaset luar biasa untuk kita. Banyak kabupaten kota lain terseok-seok ingin punya kain lokal. Kita sudah punya. Harapannya terus ada penerus di tenun ikat kediri ini,” ungkapnya.
Menurut wanita yang akrab disapa Bunda Fey ini, upaya promosi melalui DSF ini cukup berhasil. Dengan mendatangkan desainer Indonesia yang sudah berkiprah di tingkat nasional dan internasional telah memberikan dampak positif. “Melalui para desainer ini, tenun ikat kediri dikenakan para selebritas, pejabat publik, bahkan artis luar negeri. Selain itu juga terjadi transfer ilmu pengetahuan untuk para penenun terkait kebutuhan para desainer dan kebutuhan pasar sehingga motif mereka berkembang,” ujarnya.
Bunda Fey menjelaskan Diversity of Dhaha dipilih untuk mengingatkan tentang keragaman yang membangun Nusantara, khususnya Kota Kediri. Bukan hanya keragaman suku dan ras, tapi juga keragaman kemampuan. DSF kali ini istimewa sebab menampilkan busana karya difabel yang diwakili oleh Yuyun Maskurun. Seorang desainer difabel yang memiliki sekolah penjahit dan karya-karyanya sudah dipasarkan ke berbagai daerah. “Hal ini menunjukkan, tenun ikat kediri mampu menyatukan segala perbedaan,” ungkapnya.
Selain Yuyun Maskurun, tampil para desainer lokal yaitu Azzkasim Boutique, SMKN 3 Kota Kediri, Batik Jaya Warsa, Numansa, dan Luxcaesar. Koleksi SMKN 3 Kota Kediri bertema Casual Ready to Wear. Tujuannya agar anak-anak muda Kota Kediri semakin bangga menggunakan tenun ikat kediri. Dengan model yang lebih casual sesuai dengan anak muda.
Sedangkan desainer nasional yang diundang Dekranasda Kota Kediri untuk mempresentasikan tenun ikat kediri yaitu Priyo Oktaviano dan Era Soekamto. Priyo Oktaviano, desainer yang lahir dan besar di Kota Kediri untuk menampilkan dua tema yang kontras. “Tema pertama Chilhood Reminescence dari second line saya SPOUS sejumlah 12 outfits. Koleksi ini dengan gaya anak muda generasi gen Z, style sportif, casual, dan urban street. Inspirasinya dari kenangan masa kecil saya sampai SMA yang indah di Kota Kediri ini,” kata Priyo.
Selanjutnya koleksi feminin dan elegan ditampilkan dalam tema Ibu Pertiwi by Priyo Oktaviano. Koleksi ini merupakan first line Priyo yang diperuntukkan untuk perempuan yang ingin tampil elegan khas perempuan Timur. Terinspirasi oleh penampilan anggun almarhumah ibunya, warna-warna dari 12 outfits berupa warna-warna kalem mulai dari hijau olive, kuning, orange peach yang didukung aksesories dari Rinaldy A. Yunardi.
Lalu ada juga desainer Wignyo Rahadi. Dimana Wignyo sendiri mulai tertarik dengan kerajinan tenun sejak 1995, berkreasi dengan kain tenun ATBM membuat busana siap pakai sehingga dikenal sebagai pelopor kemeja tenun SBY sejak tahun 2006. Dalam DSF 7th ini, Wignyo menampilkan 8 looks bertema Antusias. “Ini terinspirasi dari saya lihat di Dhoho Street Fashion ini sangat antusias. Yakni antusias sekali mengembangkan wastra lokal yang dimiliki,” ujarnya.
Sebelumnya Wignyo Rahadi mengisi Bootcamp Wastra Mataraman bersama yang didukung oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kediri. Kegiatan selama 14 hari ini diikuti 40 peserta, baik orang dewasa maupun pelajar di Aula SMKN 3 Kota Kediri.
Sedangkan desainer Era Soekamto menghadirkan 24 outfits dengan tema Kadhiri. Menurut Era, koleksi ini terinspirasi dari sejarah kerajaan Kadhiri. Motif Trisula berbentuk segitiga seperti tumpal menggambarkan suluk atau tanjakan spiritual, mencapai kesadaran diri yang sejati atau ”KaDhiri”. Masuklah ke dalam diri dalam kesadaran Tuhan yang menyemesta sepenuhnya. “Tenun ikat kediri ini saya persentasikan dengan gaya ethnic modern dengan sentuhan Jawa Bali dan Kerajaan Majapahit,” kata Era.
Turut hadir, para desainer yang terlibat dalam Dhoho Street Fashion 7th, Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Kediri Nanis, Penenun Siti Rukayah, Ketua DPD Gerkatin Jawa Timur Yuyun Maskurun, Kepala Disperdagin Tanto Wijohari, Kepala Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan Herwin Zakiyah, dan tamu undangan lainnya.(adv/kom)
Tinggalkan Balasan