oleh : Imam Subawi
Gegap gempita Pemilihan Umum (Pemilu) serentak yaitu Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Anggota Legislatif (Pileg) secara bersama-sama, usai sudah, meskipun belum tuntas. Masih ada ratusan sengketa hasil Pileg di Mahkamah Konstitusi (MK). Tetapi, gema dan perhatian masyarakat terkait Pemilu sudah meredam. Gugatan kasus Pileg di MK nyaris tak terdengar, pemilih tidak peduli, dan dianggap selesai.
Berbeda dengan sengketa Pilpres di MK yang menyedot perhatian masyarakat luas, hingga sejumlah media televisi nasional merasa ‘wajib’ menyiarkan persidangan itu secara langsung mulai pagi hingga malam, sampai palu keputusan MK terketuk. Meskipun, umumnya mereka sudah memprediksi tentang apa yang akan diputuskan MK.
Usai Pemilu, kini warga Kabupaten Kediri segera dihadapkan pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) untuk memperebutkan jabatan Bupati dan Wakil Bupati Kediri, pada Pilkada serentak 2020 mendatang. Diprediksi, Pilkada Kabupaten Kediri nanti tidak kalah seru dibanding Pemilu April 2019 lalu. Pertama, karena hasil Pilkada berkaitan langsung dengan kepentingan masyarakat bawah, terutama terkait dengan kebijakan pembangunan, pendidikan, ekonomi, sosial, dan pelayanan masyarakat. Kebijakan kepala daerah terkait layanan masyarakat, akan dirasakan langsung di tingkat bawah.
Tentu saja, calon kepala daerah dari keluarga Sutrisno akan menjadi perhatian serius oleh siapapun, baik analis professional berdasar survey, pengamat sosial politik, LSM, tokoh Ormas, akademisi, parpol, pegiat obrolan warung kopi, penggembira even, hingga para calon kandidat ‘penantang’.
Sutrisno dan keluarga terbukti kokoh mampu menduduki kursi Bupati Kediri selama 20 tahun. Yaitu masa kepemimpinan Sutrisno mulai 2000 sampai 2010 dan masa Hariyanti (istri Sutrisno-pen) mulai 2010-2020. Total empat (4) periode. Tiga (3) di antaranya melalui Pilkada langsung dan satu (1) melalui pemilihan keterwakilan (oleh DPRD). Kedua, berdasarkan pengalaman politiknya selama 20 tahun memimpin Kabupaten Kediri, siapapun calon kandidat penantang tidak akan berani meremehkan kekuatan Sutrisno. Siapapun yang diajukan oleh Sutrisno untuk dijadikan ‘pion’ Bupati / Wakil Kediri. Meski secara formal tidak ada incumbent, mengingat Hariyanti sudah dua kali menjabat dan sudah tidak bisa mencalonkan lagi, calon dari Keluarga Sutrisno tetap diposisikan sebagai incumbent.
Siapapun yang diusung, calon dari keluarga Sutrisno tetap akan dinilai sebagai calon pontensial. Pertama, masyarakat lebih memandang pada ‘kekuatan Sutrisno’ yang menjadi pengendali di balik layar. Jaringan kekuatannya sudah terbentuk sedemikian rupa. Kedua, sosok Sutrisno dikenal sebagai berjiwa ‘petarung’ politik yang total. Ketiga, kekuatan ekonominya sudah begitu mapan. Keempat, Sutrisno adalah ketua Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Kabupaten Kediri, partai pemenang Pemilu di Kabupaten Kediri. Sehingga secara modal prasyarat pemenengan dalam pertarungan politik, cukup mumpuni.
Meski demikian, modal prasyarat itu belum bisa menjadi jaminan keluarga Sutrisno akan mampu merebut kursi Bupati Kediri lagi pada 2020 nanti. Mengingat ada situasi lain untuk calon dari keluarga Sutrisno. Pertama, munculnya kejenuhan di sebagian masyarakat. Khususnya kelompok menengah terdidik, ekskutif muda, dan pegawai. Kedua, keluarga Sutrisno terkesan masih ragu terhadap siapa sosok yang akan diajukan. Isu yang beredar di masyarakat, ada 3 nama yang sering disebut-sebut sebagai calon yang akan dimunculkan, yaitu Yogi (menantu), Egi (anak), atau Sulkani (keponakan). Namun, yang paling santer disebut adalah Egi. Berbeda pada Pilkada sebelumnya, dimana Sutrisno mantap menunjuk istrinya, Hariyanti, sebagai calon penggantinya.
Belum adanya kepastian siapa sosok keluarga Sutrisno yang akan diajukan sebagai calon Bupati / Wakil Bupati, dinilai sebagian analis sebagai sikap ragu Sutrisno menghadapi Pilkada 2020, termasuk kepastian apakah akan mengambil posisi Bupati atau Wakil Bupati. Situasi ini, belum pernah terjadi sebelumnya. Sutrisno ragu? Wallahu’alam (bersambung)
Tinggalkan Balasan