Menantu Sudah Sekdes, Kini Anak dan Menantu Calon Kasun

Perangkat Desa Kawasan Bandara, Rp 1,5 Miliar?

Menelusuri isu dugaan KKN pengisian perangkat Desa Massal di Kediri (3)

Oleh : Imam Subawi

Wartawan Kediri Post

Pengisian perangkat desa massal, yang kini sedang berjalan di Kabupaten Kediri, secara umum, isu yang berkembang di Sebagian besar masyarakat, diprediksi akan banyak ‘dikuasai’ oleh orang orang yang memiliki ‘koneksi’ dekat dengan kepala desa setempat, perangkat desa, oknum kecamatan, dan sebagainya. Baik hubungan kekeluargaan, ‘balas jasa politik’, hubungan usaha, dan sebagainya.

Di sejumlah desa, ditemukan banyak keluarga kepala desa atau perangkat desa yang ikut mendaftar pada lowongan sebagai calon perangkat desa, mulai anak, menantu, saudara, dan sebagainya. Di Desa Ngasem, Kecamatan Ngasem, misalnya, menantu kepala desa, ikut mendaftar dan isu yang berkembang di Masyarakat, diprediksi dia yang akan menjadi perangkat desa baru. Begitu juga di Desa Banyakan, Kecamatan Banyakan, keluarga perangkat desa ikut mendaftar calon perangkat desa pula, yang diprediksi akan menjadi perangkat desa baru.

ANAK DAN MENANTU KADES : Pasangan suami istri, anak dan menantu Kades Tengger Lor, Kec. Kunjang, yang sama-sama mendaftar Kasun Babadan

Yang paling menarik, kejadian di Desa Tengger Lor, Kecamatan Kunjang. Dikabarkan, anak menantu kepala desa, kini sudah menjadi Sekretaris Desa (Sekdes) pada pengisian lowongan perangkat sebelumnya. Kini, anak dan menantu kepala desa itu, sama-sama menjadi calon perangkat desa setempat, yakni calon kepala dusun (Kasun) Babadan. Mereka pasangan suami istri, anak dan menantu Kades adalah Auliyatin Ni’mah dan Moch. Alfi Dwi Jauhari

Jika anak atau menantu Kades Tengger Lor, Kecamatan Kunjang, pada pengisian perangkat desa kali ini betul-betul masuk menjadi perangkat desa lagi, maka dalam satu keluarga Kepala Desa Tengger Lor, aka nada 3 orang yang berkantor di Balaidesa setempat, yaitu Kepala Desa, Sekretaris Desa, dan Kepala Dusun. Jika itu terjadi, mungkin akan ada Sebagian Masyarakat yang menyebut, sebagai ‘Dinasti Politik’ atau ‘kerajaan’ penguasa tingkat desa.

Isu lain yang menarik adalah tentang ‘harga’ perangkat desa di Kawasan Bandara Dhoho Kediri, khususnya di Kecamatan Tarokan dan Grogol, yang desanya banyak lahan terdampak bandara. Keberadaan Bandara, ikut berdampak pada kenaikan ‘harga’ perangkat desa. Isu-isu ada yang menyebut ‘harga’ perangkat ada yang tembus sekitar Rp 1,5 miliar. Tentu saja, isu ini tidak bisa dibuktikan secara dokumen, hanya suara-suara yang menyebar di sebagian  kalangan Masyarakat.

Isu terkait ‘harga’ perangkat desa yang tembus Rp 1,5 miliar ini, juga sempat muncul di Kawasan Kecamatan Kandat. Bedanya, ‘harga’ untuk di salah satu Kawasan Kecamatan Kandat itu lebih berkaitan dengan luasnya bengkok jatah perangkat desa dan adanya Siltap (penghasilan tetap) bulanan perangkat desa, sesuai dengan besaran Dana Desa (DD) di desa masing-masing.

Pertanyaan yang muncul, mengapa banyak keluarga kepala desa atau perangkat desa yang ikut mendaftar lowongan sebagai perangkat desa? Jawaban umum yang muncul di Masyarakat, karena kewenangan pengisian perangkat desa, nyaris sepenuhnya menjadi hak kepala desa untuk menentukan.

Bukankah ada ujian perangkat desa yang menggandeng perguruan tinggi atau pihak ke-3? Betul ada ujian perangkat desa. Namun umumnya, banyak masyarakat yang kurang yakin atau meragukan terhadap kemurnian hasil tes ujian perangkat desa. Sebagian Masyarakat menduga, ujian perangkat desa oleh pihak ke-3 itu lebih besar sekadar sebagai syarat formal, bukan menentukan 100 persen keterpilihan perangkat desa.

Betulkah isu-isu di Masyarakat itu? Kita tunggu hasilnya dalam pengumuman seleksi lowongan perangkat desa ini. (mam/bersambung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.