KEDIRI – Gerakan radikalisme yang berkembang saat ini, sebenarnya sudah muncul sejak zaman sahabat, yaitu sejak zaman khalifah Utsman, dengan munculnya huru-hara yang mengakibatkan Kholifah Ustman terbunuh. Anarkisme itu, berlanjut pada zaman Kholifah Ali Bin Abi Tholib, yang mengakibatkan Ali meninggal dunia setelah dibunuh oleh Ibnu Mulzam, ‘Pembunuhan itu dengan alasan bahwa Ali dalam menentukan hokum, tidak berdasarkan hokum Islam, tapi dengan musyawarah dengan sahabat lain,”ujar Ali Maschan Moesa, mantan ketua PWNU Jawa Timur, yang juga rector Universitas Islam Kadiri, dalam seminar Radikalisme di Hotel Surya, Pare, Sabtu (19/10).
Seminar tentang Radikalisme yang digelar mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Hasanuddin Pare, itu menghadirkan tiga pembicara, yaitu Ali Maschan Moesa, Ketua Provos Banser Nasional Imam Khusnin Ahmad, dan pengurus Aswaja Ansor Kabupaten Kediri. Acara itu dibuka oleh Rektor STAI Hasanuddin, Harusn Kusaiyin.
Sementara itu, Imam Khusnin Ahmad menjelaskan, ndoktrinasi paham radikal dilakukan dalam berbagai cara, antara lain narasi politik, dengan mendorong anak-anak muda untuk berjihad.” Anak-anak muda yang sedang krisis identitas atau galau karena melihat adanya ketidakadilan, mudah sekali didorong melakukan jihad,” katanya.
Kedua, narasi historis. Yaitu pengajaran nilai-nilai sejarah yang membangkitkan nilai balas dendam. Sehingga yang dikembangkan dalam ajarannya seakan semua untuk balas dendam.
Ketiga, narasi psikologis. Mereka umumnya selalu mengedepankan cerita-cerita kepahlawanan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh kekerasan. Kemudian mereka tiru dalam perilaku sehari-hari dan menjadi doktrinasi. “Ringkasnya, menganggap kekerasan itu sebagai solusi memecahkan masalah,”tandas Khusnin.
Ke empat, narasi keagamaan atau menggunakan ayat-ayat untuk merekrut anggota baru di kelompok mereka. Penggalan ayat yang tidak dimengerti dengan baik oleh anak-anak dan gurunya, membuat anak muda lebih mudah bergabung dengan kelompok radikal. “Cara ini merupakan cara perekrutan paling efektif,”tambahnya.
Khusnin mengingatkan, baying-bayang gerakan radikalisme itu selalu muncul di kampus-kampus, karena memang mereka menggunakan kampus sebagai basis gerakan. “Untuk itu, mahasiswa harus hati-hati dengan bayang-bayang radikalisme itu,”tambah Khusnin. (mam)
Tinggalkan Balasan