KEDIRI – Pengisian Wakil Wali Kota Kediri yang akan menggantikan (alm) Lilik Muhibbah, perlu mengakomodir peta sosial dan politik masyarakat secara umum. Sehingga tidak ada kelompok masyarakat yang merasa ditinggal. “Semua harus diuwongne. Jangan ada yang ditinggal. Ini penting untuk menjaga harmonisasi di tengah masyarakat dan mendukung kesuksesan pemerintahan,”ujar Dr. Djoko Siswanto Muhartono, M.Si, Wakil Rektor Univeristas Pawyatan Daha (UPD) Kediri.
Seperti diberitakan sebelumnya, surat Gubernur Jawa Timur tentang pemberhentian (alm) Lilik Muhibbah sudah turun dan tinggal dibacakan pada paripurna DPRD Kota Kediri. Sehingga posisi Wakil Walikota kini kosong. Pasangan Walikota Abdullah Abu Bakar- Wawali Lilik Muhibbah 2018 lalu adalah PAN dan Partai Nasdem. Sehingga untuk mengisi posisi Wawali yang kosong adalah hak PAN dan Nasdem untuk mengusulkan.
Pada peta sosial politik yang sekarang ada di Kota Kediri, lanjut Djoko, kolaborasi kelompok nasionalis abangan dan nasional keagamaan terasa cukup kompak. Kelompok nasionalis yang tercermin dari PDIP sudah terwakili di legislatif sebagai ketua DPRD. Basis kelompok keagamaan terbesar yaitu NU dan Muhammadiyah di posisi ekskutif, yaitu Walikota dan Wakil Walikota.
“Kalau walikotanya dari PAN yang basis utamanya Muhammadiyah, mungkin yang pas wakilnya dari orang yang berlatar belakang NU. Sehingga semuanya bisa saling dukung dan tercermin Representative Bureaucracy atau birokrasi yang memenuhi azas keterwakilan, sekaligus untuk meningkatkan pelayanan publik,”tandas Djoko, yang juga ahli Governance Kebijakan Pelayanan Publik ini.
Menurut Djoko, yang paling penting dalam sebuah birokrasi pemerintahan adalah layanan publik yang maksimal menuju kemakmuran masyarakat. Saling dukung dalam perjalanan pemerintahan ini, penting untuk meminimalisir kegaduhan politik yang kurang perlu. “Kasus Presiden Jokowi yang mengakomodir Prabowo sebagai Mentri, itu bagus dalam rangka saling dukung dan akomodasi representasi politik dalam birokrasi,”tambah Djoko, yang juga konsultan program-program USAID, United States Agency for International Development di Indonesia itu.
Djoko berharap, pengisian Wakil Walikota Kediri nanti tidak sampai menimbulkan kegaduhan politik seperti di Jakarta. Karena dikhawatirkan akan mengganggu fungsi layanan publik yang maksimal. Karena jika terjadi kegaduhan berlarut-larut, yang dirugikan adalah masyarakat. (mam)
Filling in the Vice Mayor Needs to Accommodate Social and Political Maps
KEDIRI – The filling of the Deputy Mayor of Kediri who will replace (late) Lilik Muhibbah, needs to accommodate the social and political map of society in general. So that no community group feels left behind. “All must be confused. Don’t leave anyone behind. This is important to maintain harmony in the community and support the success of government, “said Dr. Djoko Siswanto Muhartono, M.Sc, Deputy Chancellor of Kediri University Pawyatan Daha (UPD).
As reported previously, the East Java Governor’s letter about the dismissal (deceased) Lilik Muhibbah had come down and was just read out at the plenary of the Kediri City DPRD. So that the position of Deputy Mayor is now empty. The pair of Mayor Abdullah Abu Bakar – Vice Mayor Lilik Muhibbah 2018 then were the PAN and the Nasdem Party. So to fill in the vacant position of Vice Mayor is the right of PAN and Nasdem to propose.
On the socio-political map that currently exists in the City of Kediri, continued Djoko, the collaboration of the abangan nationalist and religious nationalist groups feels quite compact. Nationalist groups reflected in the PDIP are already represented in the legislature as the chair of the DPRD. The largest religious group bases are NU and Muhammadiyah in executive positions, namely the Mayor and Deputy Mayor.
“If the mayor is from PAN, whose main base is Muhammadiyah, perhaps the right representative will be from a person of NU background. So that all can support each other and be reflected by Representative Bureaucracy or bureaucracy that meets the principle of representation, as well as to improve public services, “said Djoko, who is also an expert in Governance of Public Service Policy.
According to Djoko, the most important thing in a government bureaucracy is maximum public service towards the prosperity of the people. Supporting each other in the course of this government, it is important to minimize unnecessary political noise. “The case of President Jokowi who accommodates Prabowo as Minister, is good in order to support and accommodate political representation in the bureaucracy,” added Djoko, who is also the consultant of USAID’s programs, the United States Agency for International Development in Indonesia.
Djoko hoped that the filling of the Deputy Mayor of Kediri would not lead to political upheaval like in Jakarta. Because it is feared that it will disrupt the maximum function of public services. Because if there is protracted noise, the losers will be the community. (mam)
Tinggalkan Balasan