Kediri- Lantaran diduga kurang transparan dalam penggunaan anggaran Dana Desa (DD), Puluhan warga Desa Muneng Kecamatan Purwoasri Kabupaten Kediri mendatangi kantor desa setempat. Mereka meminta agar penggunaan DD lebih transparan.
Wasis Lahuri, korlap aksi dalam orasinya menuding ada dugaan penyelewengan DD. Pasalnya, Kepala Desa dan PPK tidak terbuka dalam menyampaian anggaran desa kepada masyarakat.
“PPK Desa Muneng bertanggung jawab atas ketidak sesuain konstruksi bangunan dengan anggaran yang dikeluarkan. PPK Desa muneng mengembalikan dana hasil mark up kepada Desa,” seru Wasis Lahuri.
Dalam aksi ini, massa yang berjumlah 40 orang membawa alat berbagai poster tuntutan. Antara lain bertuliskan, “Kembalikan Dana Desa Yang Diselewengkan. Sikat Manipulasi, Berantas kongkalikong. Mangan Yo Mangan Tapi Ojo Ngawur. Jangan Bodohi Rakyat dan Ciptakan Aparatur Desa Yang Bersih’.
Massa mengendari beberapa orang kendaraan bermotor. Mereka awalnya berkumpul di Dusun Nglongge, Desa Muneng. Setelah itu berjalan menuju ke Dusun Sengon, Dusun Banaran menuju ke Balai Desa Muneng
Wasis Lahuri memastikan tidak ada tendesi dan aksi yang mereka lakukan. Tidak ada pihak yang sengaja menunggangi, tetapi sudah sesuai aturan.
“Kami sudah menanyakan terkait dengan dana desa yang tidak transparan namun kita tidak di fasilitasi oleh pemdes. Sebagai contoh saya minta dana karang taruna kepada pihak desa namun tidak pernah dikasih padahal 30% dari dana desa harus di serap oleh warga Desa Muneng.Namun proyek bangunan tidak pernah merekrut pekerja dari warga sekitar,” bebernya.
Gerakan yang dilakukan massa dari mayoritas pemuda ini merupakan gerakan moral. Pihaknya tidak akan bernegosiasi dengan pihak desa, karena menganggap bahwa waktu untuk klarifikasi sudah selesai.
“Jangan takut karena kita sesuai aturan yang bisa menengai dan menyelsaikan masalah ini hanya pihak peradilan. Dana desa tidak pernah transparan, kalau sudah begini kita bawa permasalahan ini ke peradilan karena kita tidak butuh penjelasan dari pihak desa ataupun mediasi dalam bentuk apapun, jika kami kalah di peradilan setidaknya pesan ini sampai ke masyarakat,” ancamnya.
Wasis Lahuri mencontohkan salah satu bukti, dana desa tidak sesuai dengan pembangunan yaitu pada saat pembangunan TVT (tebal dan konstruksi) yang tidak sesuai dengan yang tertulis dengan nisan/ prasasti yang awalnya 35 meter menjadi 23 meter padahal dananya tidak berubah. Kemudian, Pengadaan bibit tanaman dengan dalih bantuan dari pemerintah tetapi faktanya dibeli dengan dana desa, antara lain :
Bibit pisang seharga Rp. 21.000.000,-
Bibit Jambu Klutuk seharga Rp. 20.000.000,-, Namun banyak bibit yang tidak di berikan ke pada warga. Lalu, pembangunan polindes yang menyerap anggaran sangat besar (hanya pondasi tetapi dianggarkan Rp. 186.000.000,-).
Selanjutnya, Sutar selaku tokoh masyarakat Dusun Muneng Wetan yang ikut dalam aksi unjuk rasa menuding banyak kecurangan dari pemdes. Tapi warga selama ini diam. Namun mereka diam bukan karena takut.
“Ada tiga pondasi agar desa tetap berjalan yaitu pendapatan asli desa, anggaran dana desa dan dana desa itu sendiri yang saya yakin pemdes tahu akan hal itu ,salah satunya adalah kegiatan pemuda yang tertulis jelas berapa anggaran untuk para pemuda desa, namun ketika kita meminta anggaran karang taruna tidak pernah di realisasikan,” serunya.
Masih kata Sutar, ada anggaran Rp 5 juta untuk program pembangunan bedah rumah. Namun berdasarkan temuan mereka, material bangunan tidak pernah lebih dari Rp 2 juta. ” Kita tidak mungkin melakukan negosiasi, kecuali perangkat desa ada yang mewakili kades atau kades sendiri menjelaskan secara langsung disini bersama kami,” jlentrehnya..
Tuntutan masyarakat ini langsung memperoleh
tanggapan dari Kades Muneng Slamet Ashari. “Saya memberikan apresiasi kepada warga karena sudah memberikan masukan kepada kami selaku pemdes. Hal ini sebagai kontrol dari tugas kami, sehingga apabila tidak sesuai kita selalu di ingatkan dan berusaha untuk kita perbaiki,” jawab Kades.
Slamet Ashari mengaku, menampung aspirasi warganya. Selanjutnya, pihaknya akan menggelar musyawarahkan dengan lembaga terkait sebagai evaluasi kita dalam menjalankan tugas. Usai memperoleh tanggapan dari Kades, massa akhirnya membubarkan diri.(jat)
Tinggalkan Balasan