Kediri- Siapa yang tidak kenal dengan Pondok Pesantren (ponpes) Al-Qur’an Maunah Sari Bandar Kidul Kota Kediri. Pondok Pesantren yang telah terkenal melahirkan santriwan -santriawati penghafal Al-Qu’ran tersebut tidak lepas dari pengasuhnya, yakni KH Abdul Hamid Bin Abdul Qodir Munawwir.
Kh Abdul Hamid Bin Abdul Qodir Munawwir lahir di Desa Krapyak Yogyakarta, pada 30 April 1959. Beliau keturunan ke empat dari pasangan KH. R Abdul Qodir Munawwir dengan Nyai Salimah Nawawi.
Beliau saat kecil lebih akrab dipanggil Muhammad Ayub atau biasa dipanggil dengan Raden Ayub. Dijuluki raden Ayub dilingkungannya, sebab ayahandanya yaitu KH.R abdul qodir munawwir mempunyai garis keturunan langsung dari kraton Jogjakarta dari jalur ibunya yaitu nyai Mursyidah (istri pertama KH.Munawwir) yang berasal dari kraton Jogjakarta. itu menggambarkan sosok orang yang terpandang. Dan kurang lebih sekitar satu tahun namanya diganti dengan nama Abdul Hamid bin Abdul Qodir Munawwir hingga sekarang.
Pada tahun 1972-1978 gus hamid memulai belajar agama di madrasah tsanawiyyah krapyak yang di mudiri (kepala sekolah) langsung oleh pamanya sendiri, yaitu KH. Ali Maksum Krapyak. Sejak masa kecilnya, gus hamid telah sering disuruh menggantikan mengajar mulai ilmu agama, berhitung sampai ilmu geografi dan lain sebagainya. Dan ketika disuruh seperti itu, biasanya gurunya langsung mengizinkan gus hamid ke kantor dan membiarkannya untuk menggantikan mengisi pelajaran di kelas. Tidak seperti lazimnya anak kecil, Gus Hamid kecil cenderung memiliki semangat belajar yang tinggi dibanding teman-temannya yang lain di masa itu, bahkan sampai merelakan sebagian besar waktu bermainnya untuk tetap belajar dan mengaji di waktu siang dan sore hari. Tidak heran jika waktu kecil Gus Hamid sudah menjadi langganan tetap ranking 1 di tempat sekolahnnya. Pada saat itu gus hamid masih duduk di bangku SD untuk sekolah formalnya dan nyambi ngaji diniyyah di pesantren krapyak ketika sore.
Setelah selesai sekolah SD, gus Hamid juga menimba ilmu dengan ikut ngaji bandongan dan sorogan secara langsung kepada pamannya sendiri KH. Ali maksum. Kitab-kitab yang dipelajari diantaranya adalah kitab Al-Itqan fi ‘ulumil qur’an, idzotunnasyi’in, alfiyyah ibnu malik dan lain sebagainya. Bersamaan dengan itu, Gus Hamid juga masih belajar di madrasah tsanawiyyah 6 tahun yang waktu itu masyhur dengan istilah madrasah tsanawiyyah sittu sanawat. Gus Hamid berhasil menempuh semua proses belajar itu dengan baik selama 6 tahun, hal itu dijalaninya secara tekun dan istiqomah di pondok Al-munawwir krapyak.
Kemudian pada tahun 1978-1980 Gus Hamid meneruskan menimba ilmunya di pondok pesantren Pandanaran yang diasuh langsung oleh KH. Mufid Mas’ud hingga selesai dan mengikuti hataman Al-qur’an bil hifdzi. Tidak cukup itu saja, setelah dari pandanaran Gus Hamid melanjutkan perantauannya dalam mencari ilmu ke pondok pesantren Ploso Mojo kediri. Di pondok pesantren Al-Falah Ploso gus Hamid mengikuti program syawir kitab fathul qorib, fathul mu’in dan fathul Wahab, selain ikut program musyawirin Gus Hamid juga mengaji kitab jawahirul maqnun dan ibnu aqil kepada KH.Zainuddin Jazuli kemudian kitab tafsir munir dan riyadlussholihin kepada KH. Nurul Huda Jazuli. Selama nyantri di ploso, gus hamid juga pulang pergi dari Ploso ke pondok pesantren Maunahsari setiap hari Kamis sore untuk mengajar Al-qur’an, Hal itu dilakuan sebab atas permintaan mbah KH Mubasyir Mundzir.
Sepulang dari Ploso pada tahun 1984, Gus Hamid belum puas dengan ilmu yang sudah didapatnya dari beberapa pesantren yang telah di singgahi. Akhirnya Gus Hamid menuju banten untuk berguru kepada KH Dimyati Amin banten yang kebetulan adalah suami dari bibinya sendiri yaitu nyai Hj Dalalah Nawawi adik kandung dari nyai Hj Salimah Nawawi (ibu raden abdul hamid).
Dengan Abuya Dimyati, Abdul Hamid mengaji kitab iqna’, shohih muslim, dan annsyr fil qiro’ati asyar dan lain sebagainya yang waktu itu kebetulan satu angkatan dengan putra Abuya Dimyati yaitu KH Muhtadi Dimyati dan KH Murtadlo Dimyati. Hal ini dijalani hingga beliau boyong ke krapyak Jogjakarta pada tahun 1987.
Tidak berhenti disitu, gus hamid juga pernah mengaji kilatan di pondok pesantren Petuk Kediri dan kali wungu Kendal. Bahkan ketika telah di krapyak, KH.R Abdul Hamid tanpa bosan untuk terus ngansu kaweruh (ngaji) kepada kakanda beliau sendiri yaitu KH.R. Nadjib Abdul Qodir Munawwir untuk mendalami ilmu qiro’at sab’ah secara khusus sambil membantu mengajar di tsanawiyyah dan Aliyah Ali Maksum selama dua tahun. Kemudian pada tahun 1989 KH.R Abdul hamid diminta KH. Mubasyir Mundzir yang merupakan suami dari bibinya sendiri yaitu Nyai Hj. Zuhriyyah Munawwir (adik dari ayahanda beliau) untuk berhijrah ke kediri guna mengajar ngaji Al-qur’an di pondok pesantren Al-qur’an Maunahsari.
Dan sesuai yang telah diajarkan oleh islam yang bertujan menyempurnakan diri sebagai seorang muslim, pada tahun 1989 itu juga KH.R. Abdul Hamid memulai untuk membuka lembaran kehidupan baru dengan mempersunting Nyai Hj Luluk Maftuhah puteri dari KH. Abdullah Faqih, seorang kyai hafidz qur’an asal malang yang kebetulan juga merupakan murid ayahand bliau sendiri yaitu KH.R abdul qodir munawwir sekaligus menjadi murid kesangan si mbah KH. Arwani amin kudus.
Inilah awal mula perjalanan panjang KH.R. Abdul Hamid bin Abdul Qodir Munawwir, dengan berbekal ketekunan dan kesabaran beliau waktu belajar inilah KH.R Abdul Hamid bin Abdul Qodir Munawwir mengemban amanah sebagai pengasuh pondok pesantren Al-qur’an Maunahsari bandar kidul kediri hingga sekarang dan telah melahirkan ratusan hafidz hafidzah yang tersebar diberbagai daerah di nusantara.
Kediri, 29 April 2020, oleh Hakam Al Faqih
Tinggalkan Balasan