Kediri – Bupati Kediri Hanindhito Himawan Pramana mengingatkan pentingnya menghormati lagu Kebangsaan Indonesia Raya kepada masyarakat Kabupaten Kediri.
Hal ini disampaikannya saat memberikan sambutan pada Gelar Seni Jaranan Jawa dan Festival Jawa di kawasan Simpang Lima Gumul (SLG), Minggu (21/5/2023).
Mulanya, sesaat sebelum gelaran seni tersebut dimulai semua orang menyanyikan lagu Indonesia Raya. Kemudian, bupati muda tersebut melihat sebagian orang tetap duduk meski lagi W.R Supratman tersebut sudah dikumandangkan.
Melihat hal itu, bupati yang akrab disapa Mas Dhito tersebut mengingatkan pentingnya sikap menghormati lagu kebangsaan sebagai jati diri bangsa dengan sikap sempurna dalam kondisi berdiri.
“Bagaiamana kita mau mempunyai tagline Kediri Berbudaya kalau (didengarkan) lagu kebangsaan saja jenengan duduk,” kata Mas Dhito.
Rupanya bupati yang gemar bervespa itu memperhatikan sikap penonton saat menyanyikan lagu kebangsaan itu. Hasilnya, diantara penonton Mas Dhito menemukan Putri Budyaningrah Utami yang tetap konsisten dengan sikap sempurnanya.
Sejurus kemudian, Mas Dhito meminta guru MTs Kanigoro, Kecamatan Kras itu untuk maju di hadapan para penonton. Bupati yang gemar bervespa itu kemudian memberikan hadiah kepada Putri.
“Sekarang mbak mau pilih apa, laptop, handphone, beasiswa untuk anaknya?” tanya Mas Dhito kepada Putri.
“Boleh beasiswa untuk anak saya?” tanya Putri.
Mendengar pertanyaan itu, Mas Dhito justeru menambahkan hadiah sebuah laptop kepada Putri.
Mas Dhito menilai, dengan tagline baru Kediri Berbudaya, sudah sepatutnya masyarakat juga menjunjung tinggi budaya menghormati lagu kebangsaan.
Slogan Kediri Berbudaya, lanjutnya, tidak sekadar sebagai slogan atau tagline semata. Melainkan juga dipraktekkan dalam kehidupan.
“Kediri Budaya bukan hanya slogan, tapi bagaimana mempraktekan budaya menghargai orang lain, budaya membuang samph pada tempatnya, budaya menghargai lagu kebangsaan” tandas Mas Dhito.
Adapun Festival Jaranan Jowo ini diikuti oleh puluhan sekolah dari tingkat sekolah dasar hingga SMA. Dengan Festival tersebut Mas Dhito menginginkan kedepan akan digelar di tempat-tempat peninggalan sejarah seperti candi.
Ditanya mengenai akan dimasukkannya Jaranan Jowo ke dalam kurikulum di sekolah, Mas Dhito mengaku akan mengkajinya lebih dalam. Namun menurutnya, hal tersebut sangat memungkinkan untuk dilakukan.
“Ini akan menjadi pertimbangan, bahwa untuk melestarikan satu kebudayaan itu harus di doktrin dari SD, SMP, SMA, kalau perlu dimulai dari TK,” pungkasnya.[adv/kom]
Tinggalkan Balasan