Kediri-Ketua TP PKK Kota Kediri Ferry Silviana Abu Bakar membuka acara Selimut Hati (Sekolah bagi Perempuan Bekal Tantangan Hidup di Masa Depan Nanti) Batch 3 di Gedung Graha IIK Bhakti Wiyata, Rabu (23/11). Kegiatan ini akan dilaksanakan selama 2 hari dengan dua narasumber setiap harinya. Di hari pertama Selimut Hati ini diisi oleh narasumber Kalis Mardiasih (Aktivis Perempuan dan Penulis) dan Mira Annisa (Founder CRSL Store, Maes Ruang).
“Sekolah perempuan ini memang sedikit berbeda dengan sekolah ibu yang merupakan program pemerintah yang digagas oleh Kementrian. Kota Kediri malah buatnya sekolah perempuan untuk adik-adik yang belum menikah. Memang tujuannya untuk memberikan wawasan atau edukasi sebelum masuk ke gerbang pernikahan. Betapa pernikahan itu adalah momen yang harus dipersiapkan, bukan secara terburu-buru dan berpikir pendek untuk memutuskannya,” terang Ketua TP PKK Kota Kediri.
Istri Wali Kota Kediri ini juga menyampaikan bahwa pernikahan itu bukan menjebak dan memaksa diri sendiri untuk berubah menjadi seseorang yang lain, melainkan tetap menjadi diri sendiri. Alasan batasan usia dapat menikah juga diatur oleh negara, karena bila menikah di bawah usia yang ditentukan, dinilai tubuh manusia belum siap ketika nanti akan memiliki keturunan, dan mengalami masa-masa seksual reproduksi. Sehingga bila dipaksa akan menimbulkan kematian ibu dan bayi.
Lebih lanjut Ferry Silviana Abu Bakar juga berpesan kepada para peserta Selimut Hati, di usianya saat ini untuk mengejar mimpi-mimpinya terlebih dahulu. Jika nanti sudah tiba waktunya dan menemukan pasangan yang cocok baru menikah. Karena di dalam pernikahan pasti ada senang dan cobaannya, sehingga butuh persiapan mental, fisik, dan emosi yang cukup untuk menghadapi itu semua.
Selimut Hati setelah resmi dibuka oleh Ketua TP PKK Kota Kediri, langsung diisi oleh narasumber pertama yakni Kalis Mardiasih. Pengetahuan yang disampaikan oleh narasumber pertama ini mengenai hak-hak perempuan di bidang politik, kesehatan seksual dan reproduksi, pendidikan, dan hak perempuan untuk mengakses sumber ekonomi. Penjelasan yang disampaikan narasumber tersebut juga asyik sehingga mudah diterima oleh para peserta Selimut Hati.
Adelia remaja Kelurahan Dermo peserta sekolah perempuan ini memanfaatkan kesempatan ini untuk menanyakan suatu hal terkait dengan pernikahan dini atau yang sekarang disebut perkawinan usia anak kepada narasumber. Dia bertanya bahwa masih ada pernikahan dini di suatu desa dengan alasan untuk menghindari sesuatu hal yang tidak diinginkan seperti hamil di luar nikah. Padahal remaja perempuan di desa tersebut masih ingin untuk melanjutkan pendidikan hingga jenjang perkuliahan. Oleh karena itu, bagaimana hal tersebut tidak terjadi lagi.
Menanggapi pertanyaan Adelia, narasumber pertama Kalis Mardiasih menegaskan bahwa persolan tersebut terjadi karena minimnya pengetahun dan imajinasi kolektif. Adanya pernikahan usia anak dan melarang perempuan untuk melanjutkan pendidikan itu memiliki resiko lebih banyak seperti bisa mengalami kekerasan dalam rumah tangga, siklus kemiskinan, tidak bisa lanjut sekolah, anak stunting dan lainnya.
Maka dari itu, Khalis Mardiasih melanjutkan anak perempuan bisa dihindarkan dari hal yang tidak baik itu caranya dengan dialihkan pada kegiatan bermanfaat. Karena solusi untuk menghindari kemudaratan itu masih banyak dan membawa kebaikan jangka panjang. “Semoga kader PKK bisa mengawali pengetahuan ini ke kelurahan masing-masing nantinya,” harapnya.
Hadir pula dalam pembukaan Selimut Hati Batch 3, Kepala DP3AP2KB Sumedi, Kader PKK Kota Kediri, dan Peserta Selimut Hati Batch 3.(adv/kom)
Tinggalkan Balasan