Kediri-Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk juga yang masih dalam kandungan. Setiap anak adalah bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) yang wajib dilindungi, dijamin dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara. Hal itulah yang disampaikan oleh Dwi Rika Imayanti dari LPA Tulungagung, yang merupakan pemateri dalam kegiatan rutin rapat pleno Dharma Wanita Persatuan (DWP) Sekretariat Daerah Kota Kediri, Selasa (13/12) sekaligus tasyakuran HUT DWP ke-23 tahun.
Menurut Ketua DWP Sekretariat Daerah Kota Kediri Nisa M. Ferry Djatmiko, tema ulang tahun DWP yang ke-23 tahun 2022 sangatlah tepat. Di era digital seperti sekarang ini sangatlah penting untuk bisa membangun diri melalui ilmu pengetahuan agar sebagai istri ASN mampu menjaga keluarga dengan sebaik-baiknya. “Kita harus mampu mengiringi khususnya anak-anak dalam penggunaan teknologi sehingga mereka bisa menyaring informasi dan dapat hidup seiring dengan perkembangan teknologi,” kata Nisa.
Dalam diskusi Rika menjelaskan bahwa periodesasi pertumbuhan anak itu dimulai dari masa dalam kandungan yang merupakan masa formatif pertumbuhan fisik. Pertumbuhan setiap manusia itu juga memiliki kecepatan yang berbeda karena setiap organ memiliki pola tersendiri. Maka dari itu, tumbuh kembang anak juga harus disertai dengan dukungan. Pertama dalam hal pertumbuhan fisik, anak tetap sehat dan tumbuh dengan baik. Kedua psikis, anak harus dilatih menata emosi dalam menghadapi berbagai hal.
“Ketiga sosial, anak harus belajar membangun relasi dengan orang lain, Keempat spiritual, anak harus diajarkan untuk mengenal Tuhannya dan hari akhir, takut berdosa serta semangat mencari pahala. Terakhir kognitif, anak harus dilatih kecerdasannya dengan berbagai stimulan,” terang Rika.
Maka dari itu orang tua harus menerapkan dasar-dasar pengajaran pada anak untuk membangun karakter mereka. Pertama, anak harus diberikan pelajaran agar mereka paham akan suatu hal. Kedua, memberikan suri tauladan yang baik kepada anak. Ketiga, meluruskan kesalahan agar anak tahu jika berbuat salah dan memberitahukan bagaimana hal yang benar. Keempat, melakukan secara bertahap dan perlu dilakukan berulang-ulang. Terakhir, memberikan reward dan punishment konsekuensi logis yang proporsional pada anak.
Sri Andayani salah satu peserta mengaku senang mendapat pembekalan materi tersebut. Menurutnya ternyata banyak hal yang dia lakukan berbeda dengan apa yang disampaikan pemateri. Misalnya kita tidak boleh membanding-bandingkan anak, tapi sehari-harinya ia kadang secara tidak sengaja membandingkan kedua anaknya. “Pemateri bilang kita tidak boleh membentak karena dapat menghancurkan sel saraf di otak anak sekitar 1 milyar. Kalau dengan perbuatan cubitan, jewer dll dapat menghancurkan 10 milyar. Tapi dalam sehari-hari kadang pas kita capek di kantor, di rumah secara tidak sengaja kita berkata-kata dengan nada tinggi,” terangnya.
Ilmu yang telah dibagikan akan menjadi bekalnya dalam membimbing anak-anaknya. “Insya Allah akan segera saya aplikasikan ilmu yang dibagikan Bu Rika hari ini. Setiap anak istimewa dan juara di masing-masing bidangnya,” tutup Sri. (adv/kom)
Tinggalkan Balasan