Wacana Pemulangan Prasasti Harinjing

Hasil Seminar para Pegiat Budaya Kediri

Kediri – Kabupaten Kediri memiliki sejarah, budaya dan peradaban yang sangat besar. Efek menular pelestarian pada dua aspek tersebut mulai dimunculkan oleh Pemerintah Kabupaten Kediri di Hari Jadi Kabupaten di tahun ini.

Sejarah Kediri dikupas tuntas pada Seminar Nasional Lintas masa edisi pertama yang digelar oleh Pemerintah Kabupaten Kediri di Auditorium Simpang Lima Gumul, Sabtu (11/3/2023).

Kayato Hardani, salah satu nara sumber dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menyebutkan masyarakat Kabupaten Kediri patut berbangga dengan sejarah yang dimiliki.

“Kediri sendiri layer sejarahnya luar biasa. Mulai klasik sendiri sudah berlayer-layer, masa islam sendiri,” tuturnya.

Dengan modal tersebut, kata Kayato, bisa digunakan sebagai pembelajaran. Dimana data-data sejarah dan arkeologi harus diperlakukan ilmiah dengan metode yang tepat. Sehingga diharapkan tidak ada penyelewengan hingga salah interpretasi dalam menelaah sejarah.

Kayato menambahkan, peran pemuda menjadi satu faktor penting dalam pelestarian sejarah. Sungai Serinjing misalnya. Pemuda dapat melestarikan sungai yang ditandai dengan Prasasti Harinjing, dimana pertama kali kata Kediri disebut.

Sungai ini pula sebagai penunjuk jejak Bagawanta Bhari yang merubah irigasi menjadi sistem pengairan yang hingga sekarang dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

“Mereka (pemuda) adalah pewaris langsung Bagawanta Bhari, bagaimana mereka menjaga. Satu kegiatan diposting dan itu nanti akan menularkan efek-efek (pelestarian),” terangnya.

Hal ini juga dibenarkan oleh Dwi Cahyono budayawan sekaligus akademisi. Menurutnya, selama hampir dua abad lebih Kerajaan Kediri mampu membangun peradaban yang tak hanya di Kediri tapi juga nusantara.

Dwi menjelaskan, jika dihitung dari HUT Kabupaten Kediri yang sudah berusia 1219 tahun, perjalanan proses peradaban di Bumi Panjalu ini telah waktunya untuk dipetik. Terlebih, di masa kepemimpinan Bupati Kediri Hanindhito Himawan Pramana ini terus diberikan ruang bagi pelestarian kebudayaan.

“Buah dari perjalanan panjang peradaban Kediri sudah saatnya dipetik, oleh karena itu kegiatan (seminar lintas masa) semacam ini adalah ikhtiar untuk menemukan buah dari proses perjalanan panjang itu,” tandasnya.

Buktinya, lanjut Dwi, prasasti-prosasti peninggalan Kabupaten Kediri ditemukan di daerah aliran Sungai Brantas. Dia juga menyebutkan Brantas sebagai urat nadi, sebagai sungai besar sebagai transportasi air, pasokan kebutuhan air pertanian.

Di akhir seminar tersebut, peserta yang mayoritas berasal dari Kabupaten Kediri ini menandatangani petisi untuk memulangkan Prasasti Harinjing yang sekarang berada di Museum Nasional.

Kayato kembali mengatakan, proses pemulangan prasasti ini dikembalikan lagi kepada masyarakat. Seberapa urgensi prasasti yang berada di Desa Siman, Kecamatan Kepung itu untuk dipulangkan.

“(Prasasti) Harinjing itu sebagai identitas Kabupaten Kediri. Harus didiskusikan komunitas masyarkat yang difasilitasi Pemerintah Kabupaten, memulangkan harus ada dasarnya. Harus ada kajiannya,” pungkasnya.[adv/kom]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.