Catatan Menjelang Debat Publik I
Vinanda – Gus Qowim Masih Bersih, Fren Bias Petahana
Oleh : Imam Subawi
Wartawan Kediri Post
Menjelang pelaksanaan Debat Publik I antar Calon Walikota dan Wakil Walikota Kediri, yang akan dilaksanakan 1 November 2024, menarik untuk menganalisa kondisi masing-masing pasangan calon. Secara dejure, sebenarnya dua pasangan ini, yaitu Vinanda – Gus Qowim dan Veronica-Regina, sama-sama pasangan baru, tidak ada petahana, karena sama-sama belum pernah menjabat sebagai Walikota dan Wakil Walikota, dengan kelebihan dan kelemahan masing-masing. Tetapi secara factual, pasangan Vinanda dan Gus Qowim benar-benar calon baru yang fresh. Sedangkan Veronica-Regina bias petahana.
Sebagai pasangan calon baru dan fresh, Vinanda-Gus Qowim sering diasumsikan sebagai calon yang masih bersih, belum terkontaminasi virus korupsi, karena belum pernah mengelola uang Negara. Sedangkan Veronica-Regina, pernah menjadi bagian dari birokrasi meskipun bukan di ekskutif pengambil kebijakan public secara langsung, dimana Veronica sebagai ketua PKK dan Regina sebagai anggota DPRD. Sehingga sejumlah kelebihan dan kelemahannya sudah bisa dinilai public.
Sebagai pasangan calon bias petahana, Veronica – Regina sering diasumsikan sebagai petahana. Kelebihan dan kelemahan kinerja mantan Walikota Abdullah Abu Bakar, dijadikan sebagai salah satu cermin pasangan ini.
Program unggulan Mas Abu, Prodamas dan mangkraknya proyek alun-alun Kota Kediri, paling sering dijadikan penilaian oleh sebagian masyarakat terkait pasangan calon ini. Bagi yang Pro, Prodamas dianggap sebagai program pro rakyat. Alasannya, uang Negara bisa langsung turun ke masyarakat paling bawah.
Sebaliknya bagi yang kontra, Prodamas sudah mengalami reduksi dari program Pro Rakyat menjadi Pro Pejabat. Alasannya, Prodamas yang dulu sepenuhnya dikelola RT dan warganya, kini dikelola Pokmas para ketua RT dan para pejabat. Sedangkan di RT hanya mengelola sebagian kecil, dari dana sekitar Rp 100 juta, RT dan warga hanya mengelola di sekitaran Rp 20 juta. Itupun, penggunaannya ditentukan para pejabat, bukan berdasarkan kebutuhan rakyat.
Proses peralihan pengelolaan Prodamas inilah, ada yang menilai bisa ‘Menjebak’ para ketua RT ke pusaran hukum, dan seakan menjadi program ‘seolah-olah’, yaitu seolah-olah pengelolaan oleh rakyat.
Di sisi Vinanda-Gus Qowim, juga muncul program unggulan serupa, yaitu penguatan peran RT /RW dan dana pembangunan Rp 5 miliar ke masing-masing Kelurahan. Kesan sementara, program Modifikasi dari Prodamas dan sedikit menyerupai Program ‘APBD untuk Rakyat’ yang pernah digagas Pak De Karwo dan Gus Ipul.
Persoalannya, belum pernah ada penjelasan detail bagaimana kira-kira aplikasi program alas APBD Untuk Rakyat ini. Jika dalam Debat Publik nanti Vinanda-Gus Qowim mampu menjelaskan program unggulan ini secara detail, menjamin bahwa dana itu benar-benar akan dikelola rakyat di kelurahan, khusus untuk pembangunan di kelurahan itu, sesuai kebutuhan dan usulan masyarakat, sangat mungkin akan menjadi pilihan pengganti Prodamas.
Sebaliknya, jika konsep program ala APBD untuk Rakyat itu ternyata serupa dengan proyek-proyek biasa, dikelola oleh pejabat, sesuai keinginan pejabat, dilaksanakan CV, dan sebagainya, maka Program Rp 5 miliar untuk Kelurahan itu, tidak lebih sebagai program proyek biasa, kurang mampu memberdayakan masyarakat dan memenuhi kebutuhan masyarakat.
Secara khusus, pasangan Vinanda-Gus Qowim seharusnya mampu mengoreksi kelemahan dan kekurangan pemerintahan sebelumnya untuk diberikan alternative langkah solutif, mengingat Fren diselamatkan sebagai Bias Petahana. Kasus Prodamas, mangkraknya Proyek alun-alun, persoalan banyaknya anak putus sekolah, pembedayaan masyarakat, klaim kota terkaya tapi masih banyak warga miskin, dan sebagainya.
Tidak ada alasan, bahwa belum pernah menjabat tidak menguasai persoalan. Mengoreksi kekurangan dan Kelebihan Petahana, jauh lebih mudah disbanding mengoreksi yang belum pernah menjabat. Sebaliknya, belum pernah menjabat bukan berarti tidak mampu. Calon Presiden pun, juga bukan harus sudah berpengalaman menjadi Presiden. Mengingat pembangunan harus lebih menguntungkan rakyat, bukan lebih menguntungkan pejabat.
Bagaimana pendapat Anda?
Tinggalkan Balasan